Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tindak Lanjuti Putusan MK, KPU Akan Ubah Peraturan Terkait Pengertian Petahana

Kompas.com - 08/07/2015, 18:49 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 yang memuat pengertian petahana. Revisi PKPU ini dilakukan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

MK menilai syarat kepala daerah yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana seperti yang diatur dalam UU Nomor 8 tersebut melanggar konstitusi.

"KPU akan mengubah peraturan KPU yang belum sesuai dengan putusan MK. Jadi, putusan MK merupakan pedoman bagi KPU yang putusannya beda dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Mengenai kapan revisi akan dilakukan, Husni mengatakan, KPU menunggu semua putusan MK atas uji materi undang-undang terkait pilkada dibacakan.

"Sepertinya banyak menyangkut PKPU Nomor 9, kalau mau ubah ya sekalian saja. Direncanakan hari ini sampai besok kan pembacaannya," kata Husni.

Selebihnya, Husni enggan mengomentari kemungkinan implikasi putusan MK itu terhadap pencegahan berkembangnya politik dinasti. Ia menegaskan bahwa KPU hanya menjalankan pedoman perundang-undangan.

Dalam PKPU No 9/2015 disebutkan, petahana adalah gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota yang sedang menjabat. Pengertian tersebut mendorong sejumlah petahana mundur dari posisi kepala/wakil kepala daerah sebelum masa jabatannya berakhir agar keluarganya bisa maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) Desember mendatang.

Setidaknya sudah tiga kepala/wakil kepala daerah yang siap mundur dari posisinya agar keluarganya bisa maju di pilkada. Mereka adalah Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad, Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Situmorang (Kompas, 18/6/2015).

Langkah mundur ini diambil karena Pasal 1 Angka 6 UU No 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota melarang calon memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Konflik kepentingan berarti memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Pengamat hukum dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, sebelumnya menilai, tafsiran Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap petahana di Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak cukup mencegah politik dinasti. Padahal, tujuan munculnya pasal itu untuk mencegah politik dinasti. Menurut dia, KPU harus memperluas tafsirnya atas petahana supaya tujuan undang-undang mencegah politik dinasti tetap bisa dicapai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Curhat' Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

[POPULER NASIONAL] "Curhat" Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

Nasional
Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNPB: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNPB: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com