JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyampaikan perlunya kesepahaman aparat penegak hukum terkait dengan pengambilan kebijakan. Dia berharap agar pejabat tak mudah dipidana hanya karena mengambil suatu kebijakan.
"Jangan orang yang membuat kebijakan itu diadili, sehingga orang takut membuat keputusan. Itu juga yang harus dihindari. Makanya dalam rapat itu diinginkan supaya kalau dia buat keputusan jangan mudah untuk dituduh melanggar undang-undang," ujar Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan di Istana Kepresidenan, Jumat (19/6/2015).
Hari ini, Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas tentang strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan M Yusuf, dan sejumlah menteri.
Menurut Luhut, presiden ingin agar kejaksaan, KPK, dan kepolisian membuat kesepakatan soal posisi pejabat yang mengambil kebijakan. Sebab, pejabat menjadi khawatir dalam membuat kebijakan yang menyebabkan lamanya proses pembangunan.
"Jangan apa namanya, tidak ada uang negara yang dirugikan, (tapi) diklaim ada uang negara yang dirugikan," ucap Luhut.
Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 2000 lalu itu mencontohkan kasus mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan. Menurut Luhut, kasus yang menimpa Dahlan telah membuat banyak pejabat di PLN ketakutan.
"Kalau memang benar merugikan negara itu boleh, tapi kalau dia membuat kayak research terjadi, enggak bisa dong. Karena research itu dianggap merugikan negara. Ke depan, kami mau speed up semuanya tapi pasti ada lah nyerempet sedikit yang bisa terus dimanfaatkan. 'Eh kamu korupsi'. Jangan begitu juga," ujar Luhut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.