Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/06/2015, 15:37 WIB

Oleh: M Subhan SD

JAKARTA, KOMPAS - DPR tidak pernah berhenti menebar kontroversi. Dari Senayan, tempat para anggota DPR berkantor di dalam ruangan sejuk ber-AC dan duduk di kursi empuk, mereka menyusun rencana mengegolkan dana aspirasi anggota DPR. Para legislator itu menuntut anggaran Rp 20 miliar per anggota per tahun untuk program pembangunan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Anggota DPR berjumlah 560 orang, maka dana aspirasi sebesar Rp 11,2 triliun. Selama lima tahun anggota DPR periode 2014-2019, maka anggaran yang harus dikeluarkan sebesar Rp 56 triliun. Untunglah suara-suara penolakan terdengar keras, juga dari dalam gedung DPR sendiri.

Memang, dana program pembangunan itu sungguh aneh terdengarnya. Banyak pertanyaan yang dilontarkan bertubi-tubi. Bagaimana parlemen menjadi pelaksana pembangunan? Apakah legislatif sudah mengambil alih tugas-tugas eksekutif? Ini adalah kerancuan cara berpolitik di negeri ini. Anggota DPR yang ngotot menghendaki dana aspirasi telah tersesat dalam cara berpikir.

Dalam demokrasi dengan kekuasaan dan kedaulatan di tangan rakyat, DPR bukanlah pemilik otoritas penuh. DPR hanyalah "wakil rakyat". Dengan cap itu, sesungguhnya DPR bergerak atas kehendak rakyat, yang tentu saja didasari oleh kebajikan-kebajikan, kepentingan publik, dan kemaslahatan bangsa. Bukan untuk kepentingan sekelompok tertentu, apalagi individual.

Dalam sistem demokrasi yang dianut sejak Indonesia merdeka, kekuasaan negara tidak terpusat pada satu orang atau kelompok. Walaupun dalam sejarahnya sejak Orde Lama hingga Orde Baru pembelokan demokrasi yang memunculkan sentralisasi kekuasaan begitu mencolok, prinsip kekuasaan negara dikenal dalam pembagian atau pemilahan. Hal itu dilakukan sangat sadar agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang berkuasa.

Sejak diinisiasi pemikir Perancis Montesquieu (1689-1755), pemisahan kekuasaan menjadi praktik politik riil di negara-negara modern. Pemisahan kekuasaan dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan (trias politica), yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif. Trias politica adalah prinsip normatif yang mencegah konsentrasi kekuasaan di satu tangan. Dengan demikian, trias politika mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus menjaga agar demokrasi tetap berjalan baik.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Nasional
Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Nasional
PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

Nasional
Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com