JAKARTA, KOMPAS - DPR tidak pernah berhenti menebar kontroversi. Dari Senayan, tempat para anggota DPR berkantor di dalam ruangan sejuk ber-AC dan duduk di kursi empuk, mereka menyusun rencana mengegolkan dana aspirasi anggota DPR. Para legislator itu menuntut anggaran Rp 20 miliar per anggota per tahun untuk program pembangunan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Anggota DPR berjumlah 560 orang, maka dana aspirasi sebesar Rp 11,2 triliun. Selama lima tahun anggota DPR periode 2014-2019, maka anggaran yang harus dikeluarkan sebesar Rp 56 triliun. Untunglah suara-suara penolakan terdengar keras, juga dari dalam gedung DPR sendiri.
Memang, dana program pembangunan itu sungguh aneh terdengarnya. Banyak pertanyaan yang dilontarkan bertubi-tubi. Bagaimana parlemen menjadi pelaksana pembangunan? Apakah legislatif sudah mengambil alih tugas-tugas eksekutif? Ini adalah kerancuan cara berpolitik di negeri ini. Anggota DPR yang ngotot menghendaki dana aspirasi telah tersesat dalam cara berpikir.
Dalam demokrasi dengan kekuasaan dan kedaulatan di tangan rakyat, DPR bukanlah pemilik otoritas penuh. DPR hanyalah "wakil rakyat". Dengan cap itu, sesungguhnya DPR bergerak atas kehendak rakyat, yang tentu saja didasari oleh kebajikan-kebajikan, kepentingan publik, dan kemaslahatan bangsa. Bukan untuk kepentingan sekelompok tertentu, apalagi individual.
Dalam sistem demokrasi yang dianut sejak Indonesia merdeka, kekuasaan negara tidak terpusat pada satu orang atau kelompok. Walaupun dalam sejarahnya sejak Orde Lama hingga Orde Baru pembelokan demokrasi yang memunculkan sentralisasi kekuasaan begitu mencolok, prinsip kekuasaan negara dikenal dalam pembagian atau pemilahan. Hal itu dilakukan sangat sadar agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang berkuasa.
Sejak diinisiasi pemikir Perancis Montesquieu (1689-1755), pemisahan kekuasaan menjadi praktik politik riil di negara-negara modern. Pemisahan kekuasaan dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan (trias politica), yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif. Trias politica adalah prinsip normatif yang mencegah konsentrasi kekuasaan di satu tangan. Dengan demikian, trias politika mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus menjaga agar demokrasi tetap berjalan baik.