Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Menteri Yuddy Anggap Pegawai KPK Pembangkang

Kompas.com - 04/03/2015, 20:35 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menjelaskan alasannya meminta agar pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak membangkang terhadap atasannya. Pernyataan Yuddy merespons aksi protes pegawai KPK, Selasa (3/3/2015), atas keputusan pimpinan KPK yang melimpahkan kasus dugaan korupsi Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. (Baca: Menteri Yuddy: Pegawai KPK Tidak Boleh Membangkang!)

Yuddy mengatakan, ia memiliki alasan mengapa melarang pegawai KPK melakukan aksi protes terhadap pimpinan secara terbuka.

"Jadi, gini, jadi yang saya sampaikan itu arahnya kepada aparatur sipil negara. Kalau aparatur sipil negara itu ada aturan disiplin, ada ketentuan tentang kepegawaian, ada kode etik. Dia tidak bisa seenaknya sendiri mengoreksi atasan, atasan dia siapa? Atasan langsung. Di situ ya ketua atau pimpinan KPK kan?" kata Yuddy di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Jika pimpinan KPK sudah memutuskan suatu kebijakan, kata Yuddy, pegawai KPK yang merupakan aparatur sipil negara harus menghormatinya. Jika tidak setuju, mereka dilarang mengoreksi secara terbuka. (Baca: Pegawai KPK: Kami Membangkang karena Kebenaran Diinjak-injak)

"Tidak boleh melakukan penentangan, demo, atau pembangkangan. Selama dia aparatur sipil negara harus tunduk aturan disiplin kepegawaian. Kalau yang lain, silakan. Saya tidak menanggapi, tidak berpolemik dengan pegawai non-ASN," kata Yuddy.

Politisi Partai Hanura itu menekankan, argumentasinya punya landasan hukum. Dia meminta para pegawai KPK untuk melihat lagi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS.

"Ada ketentuannya, dia harus loyal, katakanlah menghargai. Diatur detail, termasuk tidak membantah perintah atasan, selama berada dalam koridor organisasi, jadi kalau atasannya dia anggap katakanlah tidak sesuai pandangan, dia tidak boleh mengoreksi terbuka," ujarnya.

Yuddy mengatakan, dalam aturan-aturan itu, pimpinan sebuah lembaga pemerintahan memiliki diskresi khusus yang dipertanggungjawabkannya dalam membuat suatu kebijakan. Terhadap hak diskresi ini, Yuddy menyatakan anak buah tidak bisa melawan.

"Rusak Anda itu kalau semua pegawai mengoreksi pimpinannya," kata dia.

Dalam aksi yang digelar pada Selasa kemarin, para pegawai KPK mengkritik sikap pimpinan KPK yang melimpahkan kasus Budi Gunawan kepada kejaksaan. Mereka menyebut adanya barter, KPK mati suri, adanya pihak yang penakut, dan kritik lainnya.

Mereka meminta pimpinan KPK mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebagai langkah hukum melawan putusan praperadilan. Hakim Sarpin Rizaldi memutuskan penetapan tersangka Budi Gunawan tidak sah.

KPK melimpahkan penanganan perkara yang melibatkan Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Ini dilakukan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan bahwa penetapan status tersangka Budi oleh KPK tidak sah secara hukum. Namun, kejaksaan akan melimpahkan kasus itu ke Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Dapat Jawaban Lugas soal Kelayakan Tol MBZ, Hakim Nasihati Saksi

Tak Dapat Jawaban Lugas soal Kelayakan Tol MBZ, Hakim Nasihati Saksi

Nasional
Sentil Saksi yang Sebut Ahli Uji Beban Tol MBZ seperti “Dewa”, Hakim: Jangan Belagu

Sentil Saksi yang Sebut Ahli Uji Beban Tol MBZ seperti “Dewa”, Hakim: Jangan Belagu

Nasional
Kejagung Sita 8 Aset Surya Darmadi, di Antaranya Ritz-Carlton Hotel di Jaksel

Kejagung Sita 8 Aset Surya Darmadi, di Antaranya Ritz-Carlton Hotel di Jaksel

Nasional
Banyak Kebijakan Kontroversial, Politisi PDI-P Harap Tak Jadi Bom Waktu buat Pemerintahan Prabowo

Banyak Kebijakan Kontroversial, Politisi PDI-P Harap Tak Jadi Bom Waktu buat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Caleg PKS Merangkap Jadi KPPS, MK Putus 2 TPS di Sorong Pemilu Ulang

Caleg PKS Merangkap Jadi KPPS, MK Putus 2 TPS di Sorong Pemilu Ulang

Nasional
Saksi Sebut 12 Truk Seberat 360 Ton Digunakan untuk Uji Beban Tol MBZ

Saksi Sebut 12 Truk Seberat 360 Ton Digunakan untuk Uji Beban Tol MBZ

Nasional
Di Hadapan Wamenkes, Anggota DPR Minta KRIS Ditunda dan Dikaji Lagi

Di Hadapan Wamenkes, Anggota DPR Minta KRIS Ditunda dan Dikaji Lagi

Nasional
Kebut Proyek IKN Dianggap Sinyal Jokowi Ragukan Komitmen Penerusnya

Kebut Proyek IKN Dianggap Sinyal Jokowi Ragukan Komitmen Penerusnya

Nasional
TNI AL Dapat Hibah Kapal Korvet Bekas dari Korsel Produksi 1988

TNI AL Dapat Hibah Kapal Korvet Bekas dari Korsel Produksi 1988

Nasional
Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah dan Kuatnya Aroma Politik Dinasti

Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah dan Kuatnya Aroma Politik Dinasti

Nasional
Kala Putusan MA Bikin 'Maju Kena, Mundur Kena'....

Kala Putusan MA Bikin "Maju Kena, Mundur Kena"....

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Drone' Liar di Kejagung | Upaya Bela Diri Anak SYL

[POPULER NASIONAL] "Drone" Liar di Kejagung | Upaya Bela Diri Anak SYL

Nasional
Putusan MA Dinilai Justru Timbulkan Ketidakpastian Hukum

Putusan MA Dinilai Justru Timbulkan Ketidakpastian Hukum

Nasional
PAN Tolak Kader PDI-P Jadi Cawagub Khofifah di Pilkada Jatim

PAN Tolak Kader PDI-P Jadi Cawagub Khofifah di Pilkada Jatim

Nasional
PAN Umumkan Bacagub di Maluku, Jambi dan Kaltim

PAN Umumkan Bacagub di Maluku, Jambi dan Kaltim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com