Catatan Kaki Jodhi Yudono
Apa lagi sebenarnya yang ditunggu Pak Presiden? Jadi atau tidak Komjen Budi Gunawan dilantik jadi Kapolri, muasal dari kekisruhan negeri ini dalam sebulan terakhir. Bangsa ini pun seperti sedang mereka-reka nasib Budi Gunawan seraya mendengar suara tokek. Tokek.. (dilantik)... tokek..(tidak), tokek... Ya, Nasib Komjen Budi Gunawan dan Bunyi Tokek pun saling bersahut-sahutan.
Padahal, beberapa hari lalu Pak Presiden sudah berkata "Secepatnya, secepatnya," saat ditanya kapan gerangan Presiden akan diumumkan dilantik atau tidaknya Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo untuk mengambil keputusan adalah karena menunggu sidang praperadilan yang diajukan oleh Komjen Budi Gunawan atas penetapan tersangka kepadanya oleh KPK.
Kemarin, Senin (16/2), hakim Sarpin Rizaldi yang menyidang gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan pun sudah mengetok palu dan mengabulkan gugatan pihak Budi Gunawan. Tapi Presiden pun belum jua mengeluarkan keputusan. Bunyi tokek pun masih terus berkumandang di tengah-tengah suasana mendung yang melingkupi republik ini.
Tokek... tokek.. tokek..
Masyarakat yang sudah gelisah, dan wartawan yang menanti hasil rapat kabinet paripurna Senin malam (16/2) di Istana Bogor, Jawa Barat, belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sebab dalam rapat tersebut, ternyata Jokowi tidak sedikit pun menyinggung hasil praperadilan yang memenangkan Komjen Budi Gunawan.
"Tidak ada sama sekali, tidak sama sekali," kata Menko Polhukam Tedjo Edhy di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/2/2015).
Rapat kabinet paripurna yang selesai pukul 21.40 WIB dan dihadiri oleh seluruh menteri kabinet kerja, Senin (16/2/2015), itu menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly usai rapat, hanya membahas soal komunikasi politik.
Rasanya, logika masyarakat dengan presiden memang kian berjauhan. Demikian juga keinginan masyarakat dengan presidennya, rasanya juga kian membentang. Maka tak heran kiranya, jika omongan "Menyesal telah memilih Jokowi" bak dengung lebah yang kian gemrenggeng suaranya.
Ya, ya.. kita kini kian memercayai, bahwa menunggu atau menanti, adalah salah satu cara Tuhan menguji kesabaran manusia. Pada penantian itu, tentu saja ada yang sabar atau sebaliknya. Mereka yang sabar tentulah berpikir panjang dan ikhlas serta berprasangka baik, bahwa yang ditunggu barangkali butuh waktu sebelum datang atau menampakkan diri. Sementara yang tak sabar, di dalam pikirannya hanya ada satu hal bahwa yang ditunggu tentulah dari jenis manusia yang tak becus dalam mengatur waktu, sehingga tidak segera muncul untuk menampakkan dirinya.
Situasi menunggu itulah yang kini sedang dihadapi bangsa ini sehubungan dengan kekosongan jabatan Kapolri semenjak Jenderal Sutarman dicopot dari jabatan itu, serta kepastian bakal dilantik atau tidak kah Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Pada masa penantian itulah, bermacam asumsi dan dugaan muncul ke permukaan lebih santer. Sebagian anggota Polri menyambut gembira saat Hakim Sarpin Rizaldi memberi "kemenangan" buat Komjen Budi Gunawan.
Kuasa hukum Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Fredrich Yunadi, pun langung mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menghentikan perkara yang menjerat kliennya. Jika KPK masih melanjutkan penyidikan, ia meyakini Polri bakal melakukan perlawanan.
"Kan tadi sudah dinyatakan bahwa penetapan tersangka (Budi Gunawan) oleh KPK tidak sah. Kalau mereka (KPK) berani-berani melanjutkan perkara BG, ya polisi akan tangkap mereka," ujar Fredrich di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2/2015).
Tapi di lain pihak, Bambang Widjajanto menyebut ada beberapa keanehan dalam putusan itu. Salah satunya pertimbangan hakim terkait jabatan Budi Gunawan saat menjadi Kepala Biro Pembinaan dan Karier (Karobinkar) Polri bukan bagian dari penegak hukum. Bambang menegaskan bahwa personel polisi merupakan penegak hukum, apa pun jabatan dan posisinya.