Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi PKS Sepakat Hasil Akhir Revisi UU Pilkada

Kompas.com - 15/02/2015, 21:07 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Fraksi PKS DPR RI sepakat terhadap hasil akhir revisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang telah disepakati antara Komisi II DPR RI dengan Pemerintah.

"Hasil revisi UU Pilkada merupakan hasil pembahasan bersama, termasuk di dalamnya ada Fraksi PKS, sehingga hampir semua ide dan usulan kami terpenuhi," kata Ketua F-PKS di DPR RI Jazuli Juwaini, Minggu (15/2/2015) di Jakarta.

Dia mengatakan, sebenarnya F-PKS menginginkan syarat calon kepala daerah adalah S1 atau sarjana. Syarat ini diajukan agar proses pilkada menghasilkan kepala daerah yang lebih baik.

"Namun, karena banyak yang menginginkan SMU saja, ya sudah, F-PKS akhirnya memahami," ujar anggota Komisi II DPR RI tersebut.

Ia menjelaskan, ada sejumlah poin yang sudah disepakati Komisi II melalui Panitia Kerja Revisi UU Pilkada bersama pemerintah. Kesepakatan itu meliputi calon kepala daerah dipilih berpasangan dengan satu wakil. DPR dan pemerintah juga sepakat memperkuat pendelegasian tugas kepada Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas pemilu sebagai penyelenggara pilkada.

Kesepakatan juga mencakup penyelesaian sengketa pilkada. Penanganan sengketa pilkada ini diserahkan kembali pada Mahkamah Konstitusi sampai terbentuknya lembaga lain dan harus terbentuk sebelum pilkada serentak 2027.

"Keempat, tidak ada ambang batas minimal kemenangan sehingga siapa pun yang mendapat perolehan suara terbanyak, maka dia pemenangannya. Hal ini dengan alasan efisiensi," katanya.

Terkait jadwal pelaksanaan, disepakai bahwa pilkada dilaksanakan dalam tiga gelombang. Gelombang pertama dilaksanakan pada Desember 2015 untuk akhir masa jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama tahun 2016. Gelombang kedua dilaksanakan pada Februari 2017 untuk AMJ semester kedua tahun 2016 hingga 2017.

"Gelombang ketiga dilaksanakan Juni 2018 untuk yang AMJ tahun 2018 dan AMJ 2019, dan pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2027," katanya.

Pembiayaan pilkada disepakati untuk diambilkan dari APBD dan APBN. Syarat pendidikan kepala daerah adalah SMU atau sederajat. DPR dan pemerintah juga sepakat untuk meniadakan uji publik calon kepala daerah. Uji publik diserahkan ke masing-masing partai politik dalam bentuk sosialisasi.

"Hubungan kekerabatan anak/orang tua, suami/istri, menantu/mertua dibatasi, tidak boleh ikut pilkada di satu daerah kecuali setelah jeda satu masa jabatan," katanya.

Poin lain yang telah disepakati adalah syarat usia gubernur paling rendah 30 tahun dan bupati/wali kota paling rendah 25 tahun. Syarat dukungan penduduk untuk calon perseorangan dinaikkan menjadi minimal 3,5 persen.

Jazuli mengatakan poin itu merupakan hasil akhir dan hasilnya akan diplenokan di Komisi II DPR RI bersama pemerintah pada Senin besok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com