Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokumen LHA PPATK untuk Budi Gunawan di Mabes Polri Raib

Kompas.com - 10/02/2015, 20:33 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Subdirektorat III Tindak Pidana Pencucian Uang Badan Reserse Kriminal Polri Kombes Budi Wibowo menjadi saksi dalam sidang praperadilan antara Budi Gunawan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/2/2015). Budi menjelaskan perihal kasus rekening tak wajar yang sempat menjerat Budi Gunawan sebelumnya.

Budi mengetahui bahwa ada laporan hasil analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening tidak wajar sejumlah perwira Polri. Budi pun mengatakan, salah satu LHA tersebut terkait Budi Gunawan. LHA Budi Gunawan tersebut merupakan hasil analisis PPATK dari tahun 2005 hingga 2008.

Saat itu, lanjut Budi, Bareskrim membentuk tim penyelidik untuk mengusut LHA Budi Gunawan. Namun, setelah diselidiki serta diklarifikasi tim, rekening Budi Gunawan disebut wajar dan tidak ditemukan adanya transfer uang tidak wajar. Laporan klarifikasi Budi Gunawan tersebut pun telah dilaporkan kembali ke PPATK oleh Bareskrim.

"Dokumen asli LHA itu disimpan di ruangan khusus penyimpanan dokumen," ujar Budi Wibowo dalam persidangan.

Pada pertengahan Januari 2015, muncullah berita bahwa Budi Gunawan ditetapkan jadi tersangka oleh KPK atas dugaan kepemilikan rekening tidak wajar. Budi Wibowo berinisiatif membuka kembali LHA di dalam ruangan penyimpanan tersebut. Namun, dia tidak menemukan dokumen asli. Dia hanya menemukan salinan LHA Budi Gunawan saja.

"Saya tidak tahu aslinya ke mana," ujar Budi.

Budi Wibowo menyebutkan, ada 117 dokumen LHA dalam ruangan itu. Sebanyak 53 di antaranya telah diklarifikasi Bareskrim Polri, termasuk milik Budi Gunawan. Yang Budi Wibowo heran, dari jumlah itu, bukan hanya laporan klarifikasi milik Budi Gunawan yang hanya berupa salinan, melainkan juga ada lima laporan klarifikasi perwira Polri lainnya yang ditemukan tidak dalam bentuk dokumen asli.

Saat pengecekan laporan klarifikasi Budi Gunawan, atasan Budi Wibowo juga berada di ruangan yang sama. Tanpa menyebut nama, sang atasan juga bertanya-tanya kenapa laporan klarifikasi LHA Budi Gunawan hanya berbentuk salinan, bukan dokumen asli.

"Sampai kini, masih ada proses penyelidikan internal kami yang masih berlangsung untuk mengusut itu," lanjut Budi Wibowo.

Budi mengatakan, LHA yang telah diklarifikasi tersebut sama dengan yang beredar di media massa. Budi Wibowo juga menyebutkan, dari sekian banyak saksi yang dipanggil KPK atas kasus Budi Gunawan, ada satu orang yang juga pernah dipanggil tim penyelidik Bareskrim saat menyelidiki LHA Budi Gunawan. Namun, dia tidak bersedia menyebutkan identitas yang dimaksud.

Budi Widowo adalah salah satu dari empat saksi yang dihadirkan kuasa hukum Budi dalam sidang lanjutan praperadilan antara Budi versus KPK, Selasa ini. Selain Budi, saksi lain yang dihadirkan ialah personel polisi Hendi F Kurniawan, Irsan, dan Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Kuasa hukum KPK Chatarina Mulia Girsang menyebutkan, empat saksi yang dihadirkan pihak BG sama sekali tidak ada menerangkan proses penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK.

Diketahui, penetapan tersangka itu menjadi dasar pengajuan praperadilan lawan KPK. Chatarina berpendapat, hanya keterangan saksi nomor tiga, yakni Budi Wibowo, yang dianggap relevan. Sebab, Budi menjelaskan LHA Budi Gunawan. Namun, Chatarina mengatakan, penjelasan itu tak nyambung dengan dalil praperadilan Budi di pengadilan. Chatarina pun yakin bahwa sidang pembuktian pihak BG yang akan digelar, Rabu (11/2/2015) besok, saksi yang dihadirkan akan sama saja.

Sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan versus KPK, Selasa ini, mengagendakan pembuktian pihak Budi Gunawan atas dalil-dalil praperadilan yang disampaikan dalam sidang, Senin (9/2/2015) kemarin. Hakim memberikan waktu dua hari, yakni Selasa dan Rabu, untuk pembuktian kuasa hukum Budi Gunawan. Adapun pembuktian kuasa hukum KPK baru akan digelar pada sidang lanjutan, Kamis (12/2/2015) dan Jumat (13/2/2015), yang akan datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com