Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituding Rampas Kewenangan Presiden, Ini Jawaban KPK

Kompas.com - 09/02/2015, 20:12 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chatarina Mulia Girsang, membantah tudingan tim hukum Komjen Budi Gunawan yang menganggap bahwa KPK merampas kewenangan Presiden Joko Widodo terkait penetapan Budi sebagai tersangka. Ia mengatakan, proses penetapan tersangka telah sesuai dengan undang-undang. (Baca: Kuasa Hukum Budi Gunawan Tuding KPK Rampas Wewenang Presiden)

"Penetapan tersangka oleh termohon (KPK) terhadap diri pemohon (Budi Gunawan) secara sah berdasarkan perintah yang diberikan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," ujar Chatarina pada sidang praperadilan Budi terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/2/2015) siang.

"Apa yang dilakukan termohon semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab termohon atas tugas yang diamanatkan oleh UU KPK sehingga proses penanganannya sesuai asas kepastian hukum dan berdasarkan kewenangan yang diatur dalam UU KPK," lanjut Chatarina.

Rampas wewenang Presiden

Sebelumnya, kuasa hukum Budi, Yanuar Wisesa, menilai, penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampas wewenang Presiden Joko Widodo. Menurut dia, penetapan tersangka Budi untuk memengaruhi hak prerogatif Presiden dalam menentukan calon kepala Polri.

"Penetapan tersangka dilakukan, dilandasi oleh semangat mengambil alih atau mengintervensi atau memengaruhi hak prerogatif Presiden di dalam menentukan calon Kapolri," ujar Yanuar, dalam sidang praperadilan, Senin.

Presiden Joko Widodo mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala Polri kepada DPR pada 9 Januari 2015. Tiga hari berselang, pada 12 Januari 2015, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Budi pun menggugat praperadilan KPK terkait penetapannya sebagai tersangka.

Yanuar mengklaim, tudingan bahwa KPK telah merampas wewenang Presiden didasarkan pada alasan yang kuat. Menurut dia, pernyataan KPK dalam penetapan Budi sebagai tersangka penuh tendensi dan sangat arogan. Hal itu, kata Yanuar, merujuk pada pernyataan pimpinan KPK yang menyebutkan bahwa Presiden harus meminta pendapat KPK untuk menentukan seseorang layak atau tidak sebagai pejabat negara.

"Padahal, ketentuan tersebut tak diatur dalam konstitusi Indonesia dan bertentangan dengan hak prerogatif Presiden," kata dia.

Pihak KPK tidak menanggapi perihal pimpinan KPK yang seolah-olah meminta presiden melibatkan KPK untuk menentukan seseorang layak atau tidak sebagai pejabat negara. Chatarina kembali menekankan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka telah sesuai dengan prosedur hukum.

"Penetapan pemohon sebagai tersangka dilaksanakan berdasarkan sprindik Nomor Sprin.Dik-03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015. Sprindik itu diterbitkan setelah adanya dua alat bukti untuk meningkatkan perkara pada tingkat penyidikan," ujar Chatarina.

Tim kuasa hukum KPK beranggapan alasan pihak Budi terkait hal di atas harus ditolak karena penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK telah sah dan sesuai ketentuan serta prosedur hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com