Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diprotes Negara Lain, Wapres Bilang Hukum Tak Kenal Kewarganegaraan

Kompas.com - 19/01/2015, 13:49 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla tak menghiraukan permintaan Perdana Menteri Australia Tony Abbot untuk membatalkan rencana eksekusi mati terhadap dua warga negara Australia yang menjadi terpidana kasus narkotika. Dua warga negara Australia tersebut adalah Myuran Sukamaran dan Andrew Chan. Keduanya dikenal sebagai anggota Bali Nine yang divonis hukuman mati pada 2006 karena terbukti menyelundupkan heroin 8,2 kilogram dari Bali ke Australia pada 2005.

“Ya, seperti saya katakan, hukum tak kenal diskriminasi kewarganegaraan, hanya kenal tindakan yang sama kepada suatu perbuatan yang sama,” kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (19/1/2015) saat diajukan pertanyaan mengenai permintaan PM Tony Abbott yang diberitakan sejumlah media.

Menurut Kalla, penegakan hukum tidak mengenal kewarganegaraan terpidana narkotika. Warga negara mana pun yang dijatuhi hukuman di Indonesia harus menjalani hukuman tersebut. Kalla juga menegaskan bahwa eksekusi mati terpidana narkotika ini merupakan putusan pengadilan yang harus dijalankan pemerintah. Ia pun telah menjelaskan kepada perwakilan negara sahabat alasan pemerintah tetap melaksanakana hukuman mati bagi WNA terpidana mati narkoba.

“Semua datang pada saya semua, Dubes Belanda, Dubes Australia, Menteri Perancis datang, yang paling penting saya bilang ke mereka bahwa ini bukan keputusan presiden, ini keputusan hakim dari pengadilan pertama sampai tertinggi memutuskan itu. Presiden hanya tak menerima, tak menyetujui pengampunan itu, undang-undang ini berlaku di banyak tempat,” ucap dia.

Kalla juga menyampaikan bahwa pemerintah menghormati jika negara lain protes atas eksekusi mati warga negaranya tersebut. Kendati demikian, ia pun meminta negara lain menghormati kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani kejahatan narkotika di dalam negeri ini.

“Pokoknya mereka harus hargai sikap pemerintah kita yang urusi masalah dalam negeri. Saya jelaskan pada mereka begini, mereka selalu bilang hak asasi manusia, nah, HAM itu harus taat hukum, menghormati asasi lain dan hukum. Kalau 40 orang meninggal tiap hari karena narkoba, apa perlu diampuni orang yang menyebabkan itu? Itu kan langgar HAM juga. Mereka bicara masalah satu jiwa, tapi bagaimana masalah 40 jiwa lainnya?”tutur dia.

Politikus Partai Golkar ini juga meyakini eksekusi hukuman mati WNA tidak akan mengganggu hubungan Indonesia dengan negara lain meskipun dua negara telah menarik mundur duta besarnya di Indonesia. Kalla berharap eksekusi mati ini bisa menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba melakukan tindak pidana narkotika di Indonesia.

Sebelumnya, Tony Abbott mengajukan permintaan kepada Jokowi agar dua warga negara Australia tidak dieksekusi mati. Dua WN Australia, yakni Sukumaran dan Chan telah mengajukan grasi kepada Presiden. Namun, pengajuan grasi Sukumaran ditolak. Sementara grasi yang diajukan Andrew Chan sampai sekarang belum dijawab oleh Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Nasional
Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Nasional
Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Nasional
Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Nasional
Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Nasional
Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Nasional
PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com