Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Menolak Budi Gunawan...

Kompas.com - 15/01/2015, 08:53 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi sorotan selama hampir sepekan ini. Pada tanggal 9 Januari 2015, Presiden Joko Widodo mengajukan nama Budi sebagai calon tunggal kepala Polri kepada DPR. Polemik pun mencuat. Penolakan dari berbagai kalangan mulai disuarakan.

Budi dianggap tak bersih. Namanya pernah disebut-sebut sebagai salah satu jenderal polisi yang diduga memiliki rekening tak wajar alias rekening gendut. Budi telah memberikan bantahannya. Sebuah surat berkop Bareskrim Polri ditunjukkannya dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada Rabu (14/1/2015) kemarin. Surat itu menyatakan bahwa laporan hasil analisis terhadap rekening-rekeningnya tak ada kejanggalan.

Namun, penolakan terhadap perwira polisi angkatan tahun 1983 yang kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) itu tetap mengemuka. Intinya, publik menolak Budi Gunawan dicalonkan sebagai pucuk pimpinan institusi Bhayangkara.

Pada tanggal 13 Januari 2015, sehari sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan di KPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Budi sebagai tersangka. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Budi dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi. Seperti apa suara penolakan terhadap Budi?

Gunakan hati nuranimu, Pak Presiden...

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar yakin pemilihan nama Budi Gunawan sebagai Kapolri bukan berdasarkan pilihan Presiden Jokowi. Dia yakin Budi adalah "titipan" kelompok kepentingan politik di sekitar Presiden.

"Gunakanlah pertimbangan hati nuranimu, Pak Presiden, hati nurani dan moral sendiri," ujar Bambang di Sekretariat Kontras Jakarta, Kamis (14/1/2015) siang.

Ia mengingatkan Jokowi untuk tak tunduk pada kepentingan politik tertentu. Bahkan, terhadap kepentingan politik pengusungnya sendiri. Presiden, ujar Bambang, harus mandiri.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyoroti proses pencalonan Budi sebagai Kapolri. Ia menyayangkan tak dilibatkannya KPK atau PPATK dalam proses itu. Ia menduga, Jokowi sengaja tidak melibatkan keduanya demi mengamankan dan memuluskan jalan Budi menjadi Kapolri.

"Kalau mekanismenya kayak zaman pemilihan menteri, pasti ada red notice. Jadi lika-likunya dimudahkan. Ini seperti operasi intuk mengamankan BG (Budi Gunawan) untuk jadi Kapolri," ujar Haris.

Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy Arif Susanto khawatir kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi akan merosot jika Budi tetap diusung menjadi Kapolri. Dia menilai, Jokowi bermain-main di atas kepercayaan publik.

Jokowi, lanjut Arif, adalah sosok yang dinanti-nanti pascareformasi. Menurut dia, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mampu membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Rakyat pun telah menaruh rasa percaya atas Jokowi. Terbukti saat Jokowi memenangi dalam Pilpres 2014.

"Tapi, Jokowi tampaknya menyia-nyiakan apa yang telah dipercayakan publik terhadapnya," ujar Arief.

Ultimatum relawan "Dua Jari"

Penolakan juga datang dari sejumlah artis dan seniman yang tergabung dalam relawan "Konser Salam Dua Jari". Mereka mendesak Jokowi membatalkan pencalonan Budi sebagai Kapolri. Jika tetap dilanjutkan, mereka mengancam menggelar aksi turun ke jalan sebagai bentuk ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Presiden.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com