Budi dianggap tak bersih. Namanya pernah disebut-sebut sebagai salah satu jenderal polisi yang diduga memiliki rekening tak wajar alias rekening gendut. Budi telah memberikan bantahannya. Sebuah surat berkop Bareskrim Polri ditunjukkannya dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada Rabu (14/1/2015) kemarin. Surat itu menyatakan bahwa laporan hasil analisis terhadap rekening-rekeningnya tak ada kejanggalan.
Namun, penolakan terhadap perwira polisi angkatan tahun 1983 yang kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) itu tetap mengemuka. Intinya, publik menolak Budi Gunawan dicalonkan sebagai pucuk pimpinan institusi Bhayangkara.
Pada tanggal 13 Januari 2015, sehari sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan di KPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Budi sebagai tersangka. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Budi dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi. Seperti apa suara penolakan terhadap Budi?
Gunakan hati nuranimu, Pak Presiden...
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar yakin pemilihan nama Budi Gunawan sebagai Kapolri bukan berdasarkan pilihan Presiden Jokowi. Dia yakin Budi adalah "titipan" kelompok kepentingan politik di sekitar Presiden.
"Gunakanlah pertimbangan hati nuranimu, Pak Presiden, hati nurani dan moral sendiri," ujar Bambang di Sekretariat Kontras Jakarta, Kamis (14/1/2015) siang.
Ia mengingatkan Jokowi untuk tak tunduk pada kepentingan politik tertentu. Bahkan, terhadap kepentingan politik pengusungnya sendiri. Presiden, ujar Bambang, harus mandiri.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyoroti proses pencalonan Budi sebagai Kapolri. Ia menyayangkan tak dilibatkannya KPK atau PPATK dalam proses itu. Ia menduga, Jokowi sengaja tidak melibatkan keduanya demi mengamankan dan memuluskan jalan Budi menjadi Kapolri.
"Kalau mekanismenya kayak zaman pemilihan menteri, pasti ada red notice. Jadi lika-likunya dimudahkan. Ini seperti operasi intuk mengamankan BG (Budi Gunawan) untuk jadi Kapolri," ujar Haris.
Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy Arif Susanto khawatir kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi akan merosot jika Budi tetap diusung menjadi Kapolri. Dia menilai, Jokowi bermain-main di atas kepercayaan publik.
Jokowi, lanjut Arif, adalah sosok yang dinanti-nanti pascareformasi. Menurut dia, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mampu membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Rakyat pun telah menaruh rasa percaya atas Jokowi. Terbukti saat Jokowi memenangi dalam Pilpres 2014.
"Tapi, Jokowi tampaknya menyia-nyiakan apa yang telah dipercayakan publik terhadapnya," ujar Arief.
Ultimatum relawan "Dua Jari"
Penolakan juga datang dari sejumlah artis dan seniman yang tergabung dalam relawan "Konser Salam Dua Jari". Mereka mendesak Jokowi membatalkan pencalonan Budi sebagai Kapolri. Jika tetap dilanjutkan, mereka mengancam menggelar aksi turun ke jalan sebagai bentuk ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Presiden.