Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiprah KRI Bung Tomo dalam Misi Pencarian AirAsia QZ8501

Kompas.com - 06/01/2015, 23:40 WIB
Sabrina Asril

Penulis


SURABAYA, KOMPAS.com
- Melakukan kegiatan pencarian dan penyelamatan (SAR) terhadap pesawat AirAsia QZ8501 di zona V perairan Laut Jawa, KRI Bung Tomo-357 menjadi kapal yang pertama kali menemukan puing pesawat. Berlanjut kemudian, KRI Bung Tomo berhasil mengangkut 10 jenazah selama operasi SAR dari 29 Desember-5 Januari.
 
Berbagai kendala dihadapi kapal perang Indonesia yang baru diresmikan pada awal Desember 2014 itu. Salah satunya adalah kendala mengangkut jenazah korban AirAsia.
 
Kondisi jenazah rusak
 
Begitu tiba di zona V, KRI Bung Tomo langsung melakukan operasi. Sehari kemudian, mereka menemukan serpihan pesawat yang pertama mengambang di perairan yakni emergency exit door. Di sekitar lokasi juga terdapat pelampung dan serpihan lainnya. KRI Bung Tomo pun menemukan jenazah penumpang pesawat AirAsia di sekitar lokasi yang sama.
 
"Semua jenazah yang kami temukan itu mengambang di laut, sudah mengalami pembusukan dan bagian tubuh ada yang tidak lengkap lagi," kata Serka Raden, salah satu ABK KRI Bung Tomo yang turut dalam operasi SAR.
 
Seluruh jenazah yang ditemukan, ujar Raden, tidak memakai pelampung yang menandakan peristiwa jatuhnya AirAsia QZ8501 terjadi begitu cepat. Lima orang di antaranya bahkan ditemukan masih berada di kursi penumpang dengan sabuk pengaman yang masih terkunci. Kelimanya berada pada satu deret kursi yang sama yakni deret kursi 2 dan deret kursi 3. 
 
Ombak tinggi
 
Saat jenazah ditemukan, hal lain yang harus dihadapi para ABK KRI Bung Tomo adalah mengangkut jenazah ke dalam kapal sekoci yang diturunkan. Satu kapal sekoci terdiri dari enam ABK.
 
Mereka harus menerjang gelombang ombak setinggi 3-5 meter dan angin kencang untuk menggapai korban.
 
"Rasanya seperti melayang pakai boat ke sana," kata Serda Arif yang juga bagian dari ABK KRI Bung Tomo.
 
Arif menceritakan saat kapal sekoci sudah berhasil mendekati korban, saat itu pula, ombak tinggi menerjang. Jenazah korban pun kembali menjauhi kapal. Alhasil, mereka harus mengaitkan tali di tubuh jenazah supaya bisa mendekati kapal sekoci dan tak terlepas.
 
Bubuk kopi
 
Setelah jenazah sudah bisa didapatkan, seluruh ABK KRI Bung Tomo langsung menaburi bubuk kopi ke masker yang mereka gunakan. Bubuk kopi yang sama juga ditaburkan ke beberapa bagian tubuh jenazah. Bekas-bekas bubuk kopi bahkan masih terlihat di bangku-bangku pesawat di mana jenazah ditemukan dalam posisi duduk dengan sabuk pengaman yang masih terkunci. Setelah bubuk kopi ditebar, jenazah kemudian dimasukkan ke dalam kantong jenazah.
 
"Bubuk kopi ini yang bisa kurangi bau dari jenazah karena sudah sangat membusuk," ucap Serda Arif.
 
Serka Raden menambahkan KRI Bung Tomo tak dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan jenazah. Maka dari itu, para awak kapal pun sudah mempersiapkan diri dengan berkilo-kilo bubuk kopi sebelum kapal bertolak dari Pangkalan Armada Timur, Surabaya.
 
Jenazah yang berhasil ditemukan kemudian langsung dibawa ke KRI Banda Aceh untuk kemudian diangkut dengan menggunakan helikopter ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
 
Segala upaya yang dilakukan petugas SAR termasuk para awak kapal KRI Bung Tomo telah membuat sejumlah keluarga bisa bernapas lega lantaran anggota keluarganya telah ditemukan. Selama delapan hari operasi SAR, KRI Bung Tomo telah berhasil menemukan 10 jenazah.
Pada 8 Januari lalu, KRI Bung Tomo resmi bersandar di Pangkalan Armada Timur, Tanjung Perak, Surabaya menuntaskan tugas kemanusiannya. Tugas KRI Bung Tomo kemudian dilanjutkan KRI Usman Harun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com