Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenangkan Gelombang Raya 10 Tahun Silam

Kompas.com - 26/12/2014, 21:24 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Gempa itu, gelombang laut besar itu, menenggelamkan negeri di ujung barat republik ini hingga rata dengan tanah, sepuluh tahun lalu. Ribuan orang yang mati, sementara yang hidup sebagian cacat, sebagian lainnya hidup dalam kehampaan lantaran ditinggal orang-orang tercinta, sebagian lainnya tak terdengar kabar beritanya oleh amukan gelombang yang garang.

Pagi itu, warga Aceh baru saja membuka hari. Matahari dengan sinarnya yang indah juga baru saja menggeliat. Seperti galibnya hari minggu, sebagian orang masih bermalas-malasan di ranjang atau di teras rumah sambil mereguk kopi dan penganan kecil. Tapi sebagian lainnya sudah bergegas menjalankan roda kehidupan sesuai profesinya masing-masing. Para nelayan pergi melaut, ibu-ibu sibuk di dapur, anak-anak sekolah tentu saja menikmati hari libur, sebagian pemuda berolahraga, sebagian lainnya pergi ke pantai untuk berwisata, para buruh pergi ke pabrik, pasar sudah hiruk pikuk. Sementara di angkasa, burung-burung baru saja meninggalkan sarangnya.

Saat semua orang sedang menjalani kebiasaan hidupnya itulah, mendadak, pada pukul 07.58 WIB, Minggu 26 desember 2004, Aceh bergetar hebat. Penduduk Aceh yang gemetar, seperti diayak ke kanan dan kiri, ke belakang dan ke depan, serta ke atas dan ke bawah yang berlangsung puluhan menit. Berayun-ayun terus menerus. Orang-orang pun bergegas keluar rumah. Mereka berkumpul di jalan-jalan dan tanah-tanah lapang. kepala mereka yang pusing sehingga banyak yang terjerembab ke tanah atau aspal.

Dalam kepanikan itulah, semua orang seperti diingatkan untuk menyeru Sang Pencipta. suara azan berkumandang dari menara-menara masjid dan meunasah. Zikir dilambungkan ke angkasa oleh jutaan manusia yang memohon pertolongan dan perlindungan dariNya.

Setelah gempa reda, sebagian orang melihat situasi. Mereka berjalan melihat bangunan yang rubuh, tanah terbelah, dan rumah yang tertelan bumi. Tidak ada tada-tanda alam bakal murka untuk yang kedua. Tidak ada yang menduga sebentar lagi akan datang bencana dahsyat yang akan melumpuhkan banda aceh. Juga tak ada yang memahami pertanda alam, manakala air laut surut berartus-ratus meter jauhnya, orang-orang di pantai justru asyik mengumpulkan ikan yang mengelapar, bahkan air sungai pun mengering. Mereka tidak seperti orang Simelueu yang akan segera berlari ke tempat-tempat yang tinggi jika pertanda alam seperti ini terjadi. Orang-orang di pantai Aceh itu tak bisa membaca pertanda bahwa bencana akan segera tiba, bahkan mereka seperti melupakan gempa yang barus saja terjadi.

Di berbagai tempat, orang-orang memperbincangkan gempa dahsyat yang baru saja terjadi yang belum pernah mereka alami. Ketika mereka sedang saling bercerita itulah, tiba-tiba terdengar bunyi dentuman yang sangat keras dan disertai gemuruh dari arah laut. Dentuman itu susul menyusul, dentuman itu terdengar di sepanjang pesisir Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Barat dan Nagan Raya.

Orang-orang semula mengira itu adalah bunyi bom. Maklumlah, sebelum peristiwa ini terjadi, orang Aceh sudah terbiasa dengan bunyi bom yang meledak sepanjang konflik berlangsung di bumi Serambi Aceh. Orang-orang pun bertanya, mengapa masih saja ada sekelompok orang yang tega berperang pada situasi bencana yang membuat nestapa?

Orang-orang mengira, pagi itu hanya sekedar gempa biasa, mereka tidak mengira penyebab dentuman itu berasal dari patahan lempeng bumi yang berpusat di Samudera Indonesia, sekitar 149 km sebelah selatan Calang Aceh Jaya.

Belum sempat mereka bernapas lega akibat gempa, dalam suasana kacau balau, mendadak mereka diterjang air hitam yang datang tiba-tiba disertai suara gemuruh mengerikan yang bergerak cepat dan menerjang apa saja yang dilaluinya. Gelombang raya itu bagai bukit yang berjalan, sebab di tenapat-tempat tertentu gelombang air mencapai 18 meter, bahkan ada yang 35 meter seperti yang terjadi di pantai Lhok Nga.

Air bah warna hitam itu juga bagai naga beringas yang mencari mangsa. Air dengan kecepatan ratusan km/jam itu bagai buldozer yang merubuhkan semua yang dilewatinya. Rumah, mobil, kayu, tembok, semua terbawa oleh air bah yang bernama smong dalam istilah masyarakat Simeleuh atau tsunami dalam bahasa Jepang.

Kapal apung PLN yang bersandar di Uleleu Banda Aeh digelandang gelombang sampai 3 km ke darat. Sekarang kapal itu menjadi salah satu obyek wisata tsunami. Demikian juga kapal-kapal besar milik nelayan, dibawa tsunami ke jalan-jalan raya, termasuk mesin cetak milik Koran Serambi Indonesia yang hanyut hinga 1 km. Rumah, toko, hotel, rata dengan tanah.

Setelah 15 menit, aceh pun lengang dan senyap. sebagian besar permukiman rata dengan tanah, ratusan ribu orang tewas, sementara yang masih hidup nelangsa berkepanjangan seraya meratapi nasibnya yang penuh duka. Detak kehidupan seperti berhenti mati pada hari itu.

Ya, ya... Gelombang itu juga tak cuma melumpuhkan kaki dan anggota badan lainnya, tapi juga mental semua orang Aceh.

Gelombang raya itu benar-benar telah meluluhlantakan Banda Aceh. Mayat-mayat manusia berserakan di mana-mana, juga bangkai mobil, motor, pohon dan binatang, tergeletak di sembarang tempat. Gempa dan gelombang telah mematikan Aceh dalam arti sebenarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com