Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III Setuju Ada Dewan Pengawas untuk KPK

Kompas.com - 04/12/2014, 16:23 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman setuju mengenai usul adanya sebuah dewan pengawas untuk mengawasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Usulan tersebut diusulkan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Robby Arya Brata dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2014).

"Kami berpandangan KPK itu memang harus diawasi. KPK memiliki kewenangan yang luar biasa tapi selama ini tidak ada komite etiknya," kata Benny di sela-sela uji kelayakan.

Benny menilai, tidak adanya lembaga yang mengawasi KPK bisa membuat lembaga tersebut kehilangan kendali. Bisa saja nantinya KPK sewaktu-waktu melanggar etika atau hukum. "Oleh sebab itu, dengan dewan pengawas ini kita bisa selalu menagih KPK untuk transparan dan akuntabel untuk melakukan penyidikan," ujarnya.

Dalam uji kelayakan, Robby Arya Brata menilai selama ini tidak ada penindakan jika ada unsur kejahatan korupsi yang dilakukan pimpinan KPK. "Pengawas internal enggak bisa, DPR enggak bisa. Perlu Dewan Pengawas KPK," ujar Roby.

Robby juga mengatakan, saat ini tidak ada suatu badan atau dewan yang mengawasi kinerja para pimpinan KPK. Akibatnya, kata dia, saat ini KPK bekerja cenderung liar. (baca: Robby Sebut Pimpinan KPK Malas Melakukan Pencegahan Korupsi)

Dia mencontohkan mengenai kabar yang menyebutkan bahwa Ketua KPK Abraham Samad menggebrak meja dalam rapat bersama pimpinan KPK lainnya pada tahun 2012 silam. "Itu yang terjadi saat Abraham Samad menggebrak meja itu kan. Itu kejahatan besar," ucap Robby.

Sebagai informasi, saat ini ada dua macam kode etik yang diterapkan di KPK, yaitu kode etik pegawai dan kode etik pimpinan. Dikutip dari situs KPK, jika pegawai melakukan pelanggaran kode etik, maka yang memprosesnya adalah pengawas internal, kemudian dibentuk DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai) sebagai  majelis pemeriksaan yang hasil keputusannya diserahkan kepada pimpinan untuk dieksekusi.

Sementara pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan akan diproses oleh komite etik yang terdiri atas unsur pimpinan, penasihat, dan eksternal KPK yang dianggap memiliki integritas. Komite etik pernah dibentuk KPK pada Februari 2013 ketika menelusuri dugaan bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) terkait kasus yang melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat ketika itu itu, Anas Urbaningrum.

Saat itu anggota komite etik yang ditunjuk adalah dua orang internal KPK, yaitu Bambang Widjojanto sebagai pimpinan KPK dan Abdullah Hehamahua sebagai unsur penasihat KPK. Sedangkan tiga orang eksternal KPK yang ditunjuk adalah Abdul Mukti Fajar (akademisi), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), dan Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com