JAKARTA, KOMPAS.com
- JUMAT (3/10) pukul 16.30. Selesai memimpin rapat koordinasi sejumlah kementerian, Wakil Presiden Boediono langsung menuju mobil dinasnya untuk meninggalkan Kantor Wapres di Jalan Medan Merdeka Selatan. Kurang dari
15 menit, Boediono tiba di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro.

Setelah masuk ke rumah dinasnya, mobil dinas bernomor polisi RI 2 tetap terparkir di depan pintu rumah. Di sana berjajar mobil pengawal dan pengiring mobil dinas wapres. Tak lama, staf dan pengawal Wapres memasukkan sejumlah tas dan koper ke salah satu mobil yang ikut dalam iring-iringan. Isi koper dan tas itu antara lain baju dan buku.

Setengah jam kemudian, Boediono bersama istrinya, Herawati Boediono, keluar dengan senyum mengembang. ”Kami akan kembali tidur di Mampang. Di sana, lekukan bantalnya lebih enak, bantal sendiri,” canda Wapres saat bertemu Kompas yang mengikuti kepindahannya.

Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat, Asisten Deputi Diseminasi Informasi Setwapres Bey Mahmudin, dan Asisten Juru Bicara Wapres Kurie Suditomo ikut mengantar kepindahannya.

Sesaat kemudian, Wapres dan Herawati masuk mobil dinas menuju rumah pribadinya. Setelah menembus kemacetan di Kuningan, iring-iringan mobil Wapres tiba di Mampang Prapatan. Rumah bercat putih dengan tanaman rimbun di terasnya itu seperti tidak berubah selama lima tahun ini. Rumah pribadi Boediono ini tidak seluas rumah dinasnya.

Sederhana adalah kata yang paling tepat untuk melukiskan kesan pertama saat memasuki ruang tamu rumah tersebut. Tidak banyak perabotan di ruangan itu selain kursi dan meja tamu yang ditutup plastik agar tidak berdebu serta ”karpet” lampit dari Kalimantan.

Justru yang cukup mencolok adalah kotak-kotak plastik atau kontainer yang memenuhi sebagian ruangan. Kotak-kotak itu berisi barang-barang milik keluarga Boediono yang dipindahkan dari rumah dinas dan belum sempat disusun kembali.

Sejak ditinggalkan oleh Boediono dan Herawati sekitar lima tahun lalu, rumah itu tidak pernah direnovasi. Bahkan, dicat pun tidak. ”Masih oke, kok. Memang (rumah ini) jarang ditengok. Justru yang lebih sering ditempati itu rumah yang di Yogyakarta,” kata Boediono.

Sebelum kepindahan pada hari itu, Boediono dan Herawati yang berasal dari desa yang sama di Blitar, Jawa Timur, mengaku sudah mempersiapkannya sejak beberapa bulan lalu. Misalnya, gorden rumah yang sudah dicuci dan kain jok kursi tamu yang sudah diganti. Sebagian barang-barang pribadinya juga sudah dikemasi sejak dua bulan lalu.

Meski masih berhak menempati rumah dinas wapres hingga masa jabatannya berakhir pada 20 Oktober, Boediono dan Herawati memilih lebih awal berkemas dan meninggalkan rumah dinas itu. Mereka ingin memberikan kesempatan agar rumah dinas wapres dibersihkan dan dicat terlebih dahulu. Dengan demikian, saat wapres terpilih Jusuf Kalla dilantik, rumah dinas bisa langsung ditempati.

Kondisi rumah dinas yang ditinggalkan Boediono itu pun nyaris tidak berubah dibandingkan dengan saat pertama kali ditinggali sebagai wapres. Boediono dan Herawati memang tidak menginginkan pengadaan perabotan baru saat itu. Bahkan, gorden rumah dinas tersebut juga tidak diganti. ”Saya lihat waktu itu, kok, masih bagus. Ya, sudah, tidak usah diganti,” kata Herawati.

Selama hampir lima tahun menghuni rumah dinas itu, banyak kenangan yang dialami Boediono dan keluarga. Rumah dinas itu menjadi saksi bisu bagaimana Boediono berkiprah bagi bangsa di pemerintahan. Kiprah yang sejatinya sudah ditinggalkannya. Permintaan Susilo Bambang Yudhoyono meluluhkan hatinya. (Wahyu Haryo)