Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Prabowo-Hatta Anggap DPK dan DPKTb Ilegal karena Tak Ada dalam UU Pilpres

Kompas.com - 08/08/2014, 13:19 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, Mahendradatta, menilai tidak sah adanya daftar pemilih khusus dan daftar pemilih khusus tambahan dalam Pemilu Presiden 2014. Menurut dia, aturan mengenai DPK dan DPKTb itu tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

"Kami menemukan yang hasilnya memengaruhi penggelembungan suara adalah peraturan DPK dan DPKTb. Hal tersebut ternyata tidak diatur dalam UU Pilpres," ujar Mahendradatta di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (8/8/2014).

Ia mengatakan, DPK dan DPKTb hanya ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif karena DPR sempat merevisi kebijakan tersebut dalam persidangan tahun 2013/2014. Namun, dalam UU Pilpres, revisi peraturan mengenai DPK dan DPKTb tidak sempat disahkan.

"Pada saat itu DPR deadlock pada presidential threshold. Dengan tidak diundangkannya revisi Undang-Undang Pilpres 2014, maka KPU harus gunakan undang-undang yang lama," kata Mahendradatta.

Oleh karena itu, Tim Pembela Merah Putih yang diwakili Mahendradatta mengajukan uji materiil dan meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan tiga Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Ketiga PKPU tersebut adalah PKPU Nomor 4 Tahun 2014 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014; PKPU Nomor 9 Tahun 2014 tentang penyusunan daftar pemilih untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014; dan PKPU Nomor 19 tahun 2014 tentang pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014.

Mahendradatta menyatakan, semestinya peraturan mengenai syarat pencoblosan oleh DPK dan DPKTb diberlakukan dengan ketat secara merata. Menurut dia, pemilih seharusnya menyerahkan formulir A5 atau surat keterangan berpindah tempat pemungutan suara saat mencoblos, tidak hanya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk.

"Harus tegas dengan surat perpindahan. Ada pengantar dari KPU, KPUD, atau KPPS. Tujuannya menghindari orang satu berpindah melakukan pemilihan ganda di TPS lain. Jangan juga bicara masalah tinta karena tinta sangat mudah dihapus dengan cairan pembersih tertentu yang banyak dijual," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang SYL, KPK Hadirkan Sejumlah Pegawai Kementan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Sejumlah Pegawai Kementan Jadi Saksi

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Lansia Manfaatkan Rukhsah Saat Beribadah

Kemenag Imbau Jemaah Haji Lansia Manfaatkan Rukhsah Saat Beribadah

Nasional
Kemenag Akan Gelar Sidang Isbat Lebaran Idul Adha 7 Juni 2024

Kemenag Akan Gelar Sidang Isbat Lebaran Idul Adha 7 Juni 2024

Nasional
Romlah Melawan Katarak demi Sepotong Baju untuk Sang Cucu

Romlah Melawan Katarak demi Sepotong Baju untuk Sang Cucu

Nasional
“Deal” Politik Nasdem dan PKB Bakal Jadi Penentu Dukungan untuk Anies Maju pada Pilkada Jakarta 2024

“Deal” Politik Nasdem dan PKB Bakal Jadi Penentu Dukungan untuk Anies Maju pada Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Bendum dan Wabendum Partai Nasdem Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Bendum dan Wabendum Partai Nasdem Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Nasional
Tak Khawatirkan Gempa di Senabang Aceh, Risma: Posisinya di Laut...

Tak Khawatirkan Gempa di Senabang Aceh, Risma: Posisinya di Laut...

Nasional
PKS Minta Uang Program Tapera Tidak Dipakai untuk Proyek Risiko Tinggi seperti IKN

PKS Minta Uang Program Tapera Tidak Dipakai untuk Proyek Risiko Tinggi seperti IKN

Nasional
DPR Akan Panggil Pemerintah Terkait Polemik Pemotongan Gaji untuk Tapera

DPR Akan Panggil Pemerintah Terkait Polemik Pemotongan Gaji untuk Tapera

Nasional
Diminta Perbanyak Renovasi Rumah Lansia, Risma: Mohon Maaf, Anggaran Kami Terbatas

Diminta Perbanyak Renovasi Rumah Lansia, Risma: Mohon Maaf, Anggaran Kami Terbatas

Nasional
Hari Ini, Ahmad Sahroni Jadi Saksi di Sidang SYL

Hari Ini, Ahmad Sahroni Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Partai Buruh Tolak Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Singgung Cicilan Rumah Subsidi

Partai Buruh Tolak Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Singgung Cicilan Rumah Subsidi

Nasional
Istri, Anak, dan Cucu SYL Kembali Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Istri, Anak, dan Cucu SYL Kembali Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anak SYL Disentil Hakim | Jampidsus Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan Pemufakatan Jahat

[POPULER NASIONAL] Anak SYL Disentil Hakim | Jampidsus Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan Pemufakatan Jahat

Nasional
Tanggal 2 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com