JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Dewan Pers, Agus sudibyo, menilai bahwa kontroversi hasil hitung cepat atau quick count yang dilakukan lembaga survei merupakan persoalan yang sudah akut. Hal itu tidak terlepas dari peran lembaga survei yang menjadi pekerja pemilu.
Menurut Agus, lembaga survei seharusnya dapat bekerja secara independen sebagai pelaku kerja ilmiah yang melakukan perhitungan ilmiah sesuai dengan metodologi statistik yang berlaku. Bukan menjadi bagian dari kegiatan partai politik yang melakukan kerja pemilu.
"Ini masalah lama yang sudah akut. Bahwa beberapa lembaga survei tidak hanya melakukan riset, baik itu quick count maupun opini publik, tetapi juga offside, seperti di dalam iklan, media ruang maupun pergerakan massa," kata Agus saat diskusi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Agus menuturkan, ada beberapa masalah ketika lembaga survei bekerja sama dengan parpol untuk melakukan survei. Pertama, soal pendanaan anggaran untuk survei. Dalam hal ini, tak jarang lembaga survei enggan membeberkan dari mana asal dana yang mereka gunakan untuk melakukan riset. Padahal, anggaran yang digunakan untuk melakukan sebuah riset tidaklah sedikit.
"Misalkan dalam satu survei mereka mengambil sampel 2.000 TPS, maka dibutuhkan saksi minimal 2.000 orang. Belum koordinator di tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat yang melakukan rekapitulasi. Anggaran yang dibutuhkan itu sekitar Rp 1,2 miliar hingga Rp 2,2 miliar," katanya.
Ia mengatakan, sulit bagi sebuah lembaga survei untuk memiliki dana sebesar itu. Terlebih, tidak sedikit dari lembaga survei tersebut berstatus sebagai perseroan terbatas. Oleh karena itu, lembaga survei harus dapat transparan untuk membuka siapa yang mendanai survei mereka.
"Kecuali hasil survei tidak dipublikasikan secara terbuka. Persoalannya, penyandang dana bisa memengaruhi hasil survei, sementara hasil survei tak jarang memengaruhi sikap politik seseorang," ujarnya.
Persoalan kedua, terkait metodologi penelitian yang digunakan. Agus mengapresiasi langkah Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang melakukan audit terhadap lembaga survei yang melakukan hitung cepat Pemilu Presiden 2014. Audit tersebut guna mengetahui apakah penggunaan metodologi oleh lembaga survei itu sudah benar atau belum. Dengan begitu, dapat disimpulkan apakah hasil hitung cepat yang mereka lakukan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
"Terakhir, kontribusi teman-teman media dalam mengutip publikasi survei. Hasil survei tidak akan menjadi masalah jika tidak dipublikasikan. Dibutuhkan peran media dalam akurasi dalam mengutip hasil survei," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.