JAKARTA, KOMPAS.com — Jelang vonis mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, ruangan di lantai 1 Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tampak sepi seperti biasa. Dalam menghadapi vonisnya, Senin (30/6/2014), Akil terlihat tidak ditemani oleh istrinya, Ratu Rita.
Rita memang tidak pernah hadir dalam sidang-sidang sebelumnya, termasuk ketika dipanggil jaksa untuk bersaksi pada persidangan. Rita hanya pernah menemui Akil di rumah tahanan (rutan) KPK. Ia juga tak pernah berkomentar mengenai kasus yang menjerat suaminya.
Ruang sidang Akil hari ini didominasi oleh para awak media. Suasananya berbeda dari lantai 2 Gedung Tipikor, tempat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng, menjalani sidang tuntutan. Lantai 2 dipenuhi oleh kerabat dan keluarga Andi.
Sebelum sidang, Akil hanya tampak berbincang-bincang dengan seorang kerabatnya di depan ruang tunggu terdakwa sambil memandang ke luar jendela. Ia hadir mengenakan kemeja putih polos lengan panjang dan celana bahan hitam.
Akil mengaku siap mendengar putusan yang akan dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Sidang Akil dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Suwidya. "Apa pun siap," kata Akil.
Akil sebelumnya dituntut hukuman seumur hidup dan denda Rp 10 miliar. Jaksa menilai Akil terbukti menerima hadiah atau janji terkait pengurusan 15 sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Jaksa menyatakan, Akil terbukti menerima hadiah atau janji sebagaimana dakwaan kesatu, yaitu terkait sengketa Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Pilkada Kabupaten Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), Pilkada Kota Palembang (Rp 19.886.092.800), dan Pilkada Lampung Selatan (Rp 500 juta).
Jaksa juga menyebut Akil terbukti menerima uang sebagaimana dakwaan kedua, yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar).
Sementara itu, dalam dakwaan ketiga, Akil dinilai terbukti menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.
Akil juga dinilai terbukti menerima uang dari Tubagus Chaeri Wardana sebesar Rp 7,5 miliar sebagaimana dakwaan keempat. Jaksa juga menyatakan, Akil terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjadi anggota DPR dan menjabat Ketua MK. Tak hanya itu, jaksa juga menuntut agar hak dipilih dan memilih Akil dicabut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.