Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Pemilu Presiden Dua Putaran

Kompas.com - 19/06/2014, 02:45 WIB


Oleh: Nurul Fatchiati

KOMPAS.com - Di tengah keriuhan kampanye dan debat dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden menjelang Pemilihan Umum 9 Juli 2014, wacana penetapan presiden dan wapres terpilih kembali menghangat. Wacana itu mengemuka beberapa waktu lalu saat Yusril Ihza Mahendra memohon uji materi atas Undang-Undang Pemilu Presiden ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam pengalaman pemilu langsung yang seumur jagung di Indonesia, baru kali ini hanya ada dua pasangan capres dan cawapres yang maju dalam pemilu presiden. Pada Pemilu 2004, ada lima pasangan yang terdaftar sebagai peserta. Lima tahun kemudian, tercatat tiga pasangan capres dan cawapres saling berhadapan dalam Pemilu 2009.

Tidak ada persoalan berarti untuk menetapkan pemenang pemilu presiden dalam satu dekade tersebut. Landasan hukum penetapan hasil Pemilu Presiden 2004 adalah UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang termaktub dalam Pasal 66 dan 67. Kedua pasal itu menjabarkan langkah yang harus ditempuh jika pada putaran pertama pemilu tidak ada pasangan calon yang mencapai perolehan suara seperti disyaratkan.

Aturan pemenang pemilu adalah pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara pemilih, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, sudah diterapkan sejak Pemilu Presiden 2004. Tidak terjadi polemik terkait penetapan pemenang karena jumlah peserta pemilu presiden terdahulu selalu lebih dari dua pasangan capres dan cawapres.

Di kemudian hari, aturan tersebut menjadi acuan penetapan capres dan cawapres terpilih yang kemudian termaktub dalam Pasal 159 UU Nomor 42 Tahun 2008. UU tentang Pemilu Presiden dan Wapres itu menjadi landasan hukum Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Berbeda dengan dua pemilu sebelumnya, kali ini aturan tersebut mengundang polemik karena capres dan cawapres yang maju pada Pemilu Presiden 2014 hanya dua pasangan calon.

Polemik

Merujuk Pasal 159 Ayat (1), pemenang pemilu adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari separuh jumlah suara pemilih dengan persebaran suara sedikitnya 20 persen setiap provinsi di lebih dari separuh provinsi di Indonesia. Jumlah total daftar pemilih tetap (DPT) pemilu presiden yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah 190.307.134. Artinya, pasangan capres dan cawapres baru dinyatakan sebagai pemenang jika memenuhi syarat perolehan suara total 95.153.567 dengan persebaran suara minimal 20 persen di 18 provinsi di Indonesia.

Meskipun hanya ada dua pasangan capres dan wapres yang akan berkompetisi pada Pemilu Presiden 2014, tidak tertutup kemungkinan persyaratan di atas tidak terpenuhi dalam satu putaran pemilihan. Jika salah satu pasangan calon unggul dalam perolehan suara, belum tentu persyaratan persebaran suara sedikitnya 20 persen di masing-masing 18 provinsi terpenuhi.

Wacana tentang polemik UU Nomor 42 Tahun 2008 pun menghangat setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi dari perorangan atas nama Yusril Ihza Mahendra. Yusril mengajukan uji materi pada Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 terkait jadwal pelaksanaan pilpres setelah pelaksanaan pemilu legislatif yang tidak serentak dan peniadaan presidential threshold sebagai syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Jauh sebelum Yusril, Effendi Ghazali sebagai representasi Koalisi Masyarakat Sipil juga pernah melayangkan permohonan uji materi serupa. Pihak Effendi beranggapan bahwa pemilu presiden yang dilaksanakan setelah pemilu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945. Atas permohonan ini, MK mengabulkan tentang pemilu serentak antara pemilu legislatif dan pemilu presiden, tetapi baru berlaku pada pemilu 2019. Sejumlah partai politik sempat mengajukan gugatan atas UU tersebut dengan fokus keberatan terhadap persyaratan pengajuan calon presiden.

KPU sebenarnya sudah mengambil langkah antisipasi dengan berkonsultasi kepada tim hukum guna meminimalkan berbagai kemungkinan terkait pemilu presiden agar tak timbul multitafsir terhadap UU. Hal termutakhir yang menjadi fokus adalah soal penetapan pemenang pemilu presiden.

Kurang dari 30 hari sebelum pelaksanaan pemilu presiden, sejumlah pihak memasukkan permohonan uji materi atas Pasal 159 Ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2008. Pihak-pihak tersebut adalah Forum Pengacara Konstitusi (FPK), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta perseorangan atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang.

Garis besar permohonan ketiga pihak itu serupa, yakni meminta agar pelaksanaan pemilu presiden tidak berlangsung dua putaran karena hanya ada dua pasangan capres dan cawapres yang maju. Pelaksanaan pemilu presiden dua putaran dengan dua peserta yang sama akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara dan ketidakstabilan politik.

Namun, dari berbagai polemik terkait penentuan pemenang pilpres tersebut, yang jelas dengan mekanisme dua pasang calon, secara statistik sebenarnya kecil kemungkinan bahwa sang pemenang tidak memenuhi persyaratan 20 persen di masing-masing 18 provinsi.

(Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek 'Ekor Jas'

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek "Ekor Jas"

Nasional
Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com