"Kami konsentrasi pada pesan positif. Meng-counter kampanye hitam itu bukan dengan statement, tapi dengan tindakan, untuk kemudian itu dengan sendirinya terbatalkan," ucap Anies di sela acara Rakornas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam di Jakarta, Kamis (28/5/2014) malam.
Anies mencontohkan isu soal agama yang dianut Jokowi ditepis dengan tindakan Gubernur DKI Jakarta itu memimpin shalat berjamaah. "Nggak usah ngomong, orang kalau lihat Jokowi jadi imam shalat, dengar saja dia baca doa, baca iftitah, itu lancar kok. Malah yang nuduh itu yang saya ragu bisa baca iftitah sebagus Jokowi," ucapnya.
Dalam pernyataan tersebut, Anies tidak memperjelas doa iftitah yang dia maksudkan, dan di masyarakat Indonesia bacaan iftitah lebih dikenal sebagai doa yang dibaca setelah takbir pertama dalam shalat. Namun, tim media turun tangan membuat koreksi setelah penayangan berita ini, dan mengatakan bahwa iftitah yang Anies maksud adalah doa di awal pidato.
Seperti diberitakan sebelumnya, kampanye hitam berbau SARA bermunculan di media sosial, ditujukan kepada Jokowi. Salah satu kampanye hitam itu mempertanyakan keyakinan Jokowi. Jokowi bahkan disebut memiliki nama Katolik, "Herbertus".
Jokowi yang biasanya berkata "Aku Rapopo" setiap mendapat "serangan", juga mulai menunjukkan gaya komunikasi baru. Dia misalnya, menegaskan inisial H pada namanya adalah "Haji".
Kalla pun membantu pasangannya itu dengan mengunggah foto Jokowi saat menjadi imam shalat. Tak hanya kampanye hitam yang meragukan keyakinan Jokowi, kampanye hitam lain juga masuk ke pesantren-pesantren di Jawa Timur yang menjadi basis massa Nahdlatul Ulama.
Di sana, ada sebuah tabloid bertajuk "Obor Rakyat" yang memuat gambar besar Jokowi mencium tangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Di atasnya terdapat tulisan "Capres Boneka".