Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suharso: Ada Pembisik Berbahaya di Sekitar Suryadharma

Kompas.com - 16/04/2014, 22:39 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa menuding ada pembisik di sekitar Ketua Umum PPP Suryadharma Ali yang memberikan informasi-informasi sesat. Salah satu saran yang diberikan kepada Suryadharma oleh pembisik itu, diyakini Suharso, adalah soal pemecatan dirinya. Ia mengatakan, keberadaan sang pembisik itu membuat situasi internal partainya semakin panas.

"Saya tidak mengerti pemecatan terhadap saya. Sama sekali tidak mengerti. Saya yakin ada satu orang ini yang memberitahukan soal masalah istri saya itu. Dia yang selama ini memberikan saran-saran ke Ketua Umum yang menyesatkan. Dia bahaya sekali," ujar Suharso, saat dihubungi, Rabu (16/4/2014).

Suharso enggan menyebutkan siapa pembisik yang dekat dengan Suryadharma itu. Dia meyakini, si pembisik itu pula yang menyampaikan kepada Wakil Sekretaris Jenderal PPP Syaifullah Tamliha soal istrinya yang maju sebagai caleg. Sebelumnya, Tamliha sempat menyebutkan bahwa Suharso dipecat karena terlalu sibuk mengurus istrinya maju sebagai caleg.

Suharso menyatakan tuduhan terhadap dirinya itu sama sekali tidak benar. Dengan nada tinggi, ia mengungkapkan kerjanya selama masa kampanye lalu mendatangi desa-desa keliling Jawa dan masuk ke wilayah pedalaman di Sumatera dan Kalimantan.

"Tidak pernah ada juga perjalanan saya itu dibiayai partai," kata mantan Menteri Perumahan Rakyat itu.

Menurutnya, informasi soal dia terlalu sibuk mengurus sang istri maju sebagai caleg sengaja diembuskan untuk mengganggu pencalonan istrinya.

"Yang jelas orang ini bahaya sekali," kata Suharso.

Lebih lanjut, Suharso merasa yakin pemecatannya itu tidak sah lantaran surat keputusan atas pemecatannya tidak ditandatangani Sekretaris Jenderal M Romahurmuziy.

"Surat itu tidak ada, SK terakhir yang dikeluarkan Sekjen adalah bulan Februari. Tidak ada surat pemecatan," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali memecat Suharso Monoarfa dari jabatan Wakil Ketua Umum PPP. Selain Suharso, Suryadharma juga memecat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Jawa Barat Rachmat Yasin, Ketua DPW Jawa Timur Musyaffa Noer, Ketua DPW Sumatera Utara Fadli Nursal, Ketua DPW Sulawesi Selatan Amir Uskara, dan Sekretaris DPW Kalimantan Tengah Awaludin Noor.

"Baru Rabu dini hari ini ditandatangani surat pemecatan," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PPP Syaifullah Tamliha saat dikonfirmasi, Rabu sore.

Tak hanya dipecat dari jabatannya, mereka juga dipecat sebagai kader PPP. Tamliha menjelaskan, pemecatan itu dilakukan karena sebelumnya mereka ingin menggulingkan Suryadharma sebagai Ketua Umum DPP PPP. Mereka dinilai melayangkan mosi tidak percaya terhadap Suryadharma. Padahal, lanjut Tamliha, Suryadharma hanya bisa dijatuhkan dari jabatannya sebagai Ketua Umum PPP melalui Muktamar Luar Biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com