JAKARTA, KOMPAS.com - Meskipun pendaftaran sudah diperpanjang, baru 67 orang yang mendaftar ke Komisi Yudisial untuk mengikuti seleksi calon hakim agung. Padahal, KY menargetkan minimal 100 pendaftar. Langkah DPR menolak tiga calon hakim agung yang diajukan KY beberapa waktu lalu diduga menjadi salah satu sebab minat menjadi hakim agung turun.
”Ada yang bilang tes calon hakim agung membuat lelah dan butuh banyak biaya pribadi. Setelah lolos di KY, masih mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR, dan belum tentu lolos," ujar Komisioner KY Bidang Rekrutmen, Taufiqurrohman Syahuri, Selasa (18/3), di Jakarta.
KY membuka pendaftaran calon hakim agung sejak 17 Februari 2014. Awalnya, pendaftaran akan ditutup pada 7 Maret. Namun, karena jumlah pendaftar hanya 57 orang, KY memperpanjang pendaftaran hingga 21 Maret. Hingga kemarin, baru 67 orang yang mendaftar. Padahal, KY sudah melakukan jemput bola, dengan menyurati fakultas-fakultas hukum di Indonesia dan organisasi masyarakat untuk mengirimkan calon.
Para pendaftar itu akan diseleksi KY. KY akan memilih sepuluh orang di antaranya dan mengirimkannya ke Komisi III DPR. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang KY, KY tak perlu mengirimkan calon sebanyak tiga kali jumlah kebutuhan untuk kemudian dipilih satu oleh DPR. MK menyatakan, DPR tak memiliki kewenangan memilih calon hakim agung, tetapi hanya menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan KY.
Namun, awal Februari lalu, Komisi III DPR menolak tiga calon hakim agung hasil seleksi KY. Mereka adalah Suhardjono, Sunarto, dan Maria Anna Samiyati. Padahal, menurut KY, ketiga orang itu punya integritas dan dikenal anti suap.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Yuliandri, menuturkan, penolakan DPR terhadap tiga calon hakim agung yang diajukan KY membuat orang berpikir dua kali untuk mendaftar sebagai hakim agung. ”Kami sudah memutuskan tidak memenuhi permintaan KY untuk mengirim calon hakim agung karena tidak ada yang berminat” katanya.
Menurut Taufiqurrohman Syahuri, kesejahteraan hakim agung juga menyebabkan para hakim tinggi enggan mendaftar. Saat ini, gaji hakim tinggi, terutama ketua dan wakil ketua pengadilan tinggi, lebih besar dibandingkan gaji hakim agung. Gaji ketua pengadilan tinggi sekitar Rp 40 juta tiap bulan, sedangkan gaji hakim agung masih sekitar Rp 30 juta. (ANA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.