JAKARTA, KOMPAS.com —
Praktik politik uang tidak menjamin pemenangan kandidat pada pemilu atau pilkada. Meski ada masyarakat menganggap politik uang wajar dilakukan, tidak ada jaminan bahwa pemilih akan memberikan suara kepada kandidat yang memberikan uang.

Burhanuddin Muhtadi dari Lembaga Survei Indikator Politik dalam diskusi Waspada Money Politics, Jual Beli Suara dalam Pemilu di Rumah Kebangsaan, Jakarta, Rabu (26/2/2014), menjelaskan, ada berbagai macam perilaku pemilih dalam menghadapi politik uang. Ada pemilih yang akan mengambil uang dan memberikan suaranya untuk kandidat yang memberi uang tersebut. Ada juga pemilih yang mengambil uang, tetapi memilih kandidat yang memberikan uang paling banyak. Namun, ada pula pemilih yang akan mengambil uangnya, tetapi tidak akan memilih kandidat itu.

”Soal pilihan, kembali ke hati nurani. Pembelajaran pemilih seperti inilah yang jarang muncul di media. Politik uang cenderung muncul karena pemilih tidak memiliki kedekatan dengan partai politik,” kata Burhanuddin.

Menurut Burhanuddin, semakin pemilih tidak mengenal parpol, semakin besar toleransi pemilih terhadap praktik politik uang. Karena parpol gagal memberi pembelajaran ideologis dan setiap hari publik disodori perilaku korupsi, tingkat kepercayaan terhadap parpol menjadi rendah. Sebagian publik lalu menganggap parpol bagian dari perampok uang negara.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Afifuddin mengatakan bahwa ada sejumlah modus politik uang, baik dalam relasi antara kandidat dan pemilih maupun relasi antara kandidat dan penyelenggara pemilu. Politik uang dalam relasi kandidat dengan pemilih antara lain berupa pembagian uang tunai pada hari tenang atau hari pemilihan, pembelian kartu suara pemilih, sistem pengepul suara di tingkat RT/RW/desa, serta pembagian uang/barang di acara keagamaan.

Politik uang dalam relasi kandidat dengan penyelenggara pemilu antara lain dengan ”mengamankan” petugas untuk mengamankan suara, transaksi dengan petugas di semua tingkat pemilihan, serta menjanjikan posisi tertentu kepada penyelenggara pemilu. (OSA)