"Tapi sekarang sudah beda. Sistem politik, struktur politik, budaya politik, sudah ada perubahan. TNI harus netral. Jangan tarik-tarik fenomena dulu sama sekarang," kata Try saat berbicara di hadapan para purnawirawan dan pejabat aktif TNI-AD di Markas Besar AD, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Saat itu, lanjutnya, Golkar memang berkelindan dengan ABRI karena sama-sama menyelamatkan negara dari ideologi-ideologi yang dinilainya berbahaya. Sekarang, TNI AD berdiri sendiri dan tidak boleh memihak kepada salah satu partai politik tertentu.
"Sekarang TNI itu pejuang, TNI itu rakyat, TNI itu profesional. Bukan milik golongan, suku, orang kaya, apalagi milik partai," ucap Mantan Panglima ABRI itu.
Terkait dengan munculnya para bakal calon presiden dari kalangan TNI AD, pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu tidak mempermasalahkannya. Pasalnya, mereka yang memutuskan berkompetisi dalam pemilu 2014 itu sudah pensiun.
"Tidak ada saat sangkut pautnya dengan TNI," tegasnya.
Hal senada diucapkan Mantan Panglima TNI di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri, Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu. Dia mengatakan TNI tidak boleh melakukan kegiatan politik praktis dan netral dalam setiap masalah-masalah politik, termasuk pemilu.
"Yang harus dilakukan adalah politik negara. Politik negara adalah menjaga keutuhan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945," ungkapnya.
Ryamizard menuturkan saat masih menjadi panglima TNI, para pejabat TNI ditawari menjadi kader partai. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa para prajurit aktif tidak boleh menjadi kader partai.
"Kami berharap KSAD (Jenderal TNI Budiman) berani kepada presiden. Siapapun presidennya. Katakan yang benar (adalah) benar. Katakan yang salah (adalah) salah," ucapnya kemudian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.