Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menteri Kehutanan Dicegah Terkait Kasus Korupsi

Kompas.com - 11/02/2014, 16:55 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Imigrasi mencegah mantan Menteri Kehutanan, MS Kaban. Pencegahan dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengajuan anggaran Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang menjerat pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo.

"Hari ini KPK mengirimkan surat permintaan cegah ke Imigrasi atas nama MS Kaban, yang bersangkutan mantan Menteri Kehutanan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (12/2/2014).

Johan menjelaskan, Kaban dicegah terhitung sejak hari ini selama enam bulan ke depan. Selain Kaban, KPK meminta Imigrasi mencegah mantan sopirnya, Muhammad Yusuf, terkait penyidikan kasus yang sama. Yusuf juga dicegah terhitung sejak hari ini hingga enam bulan ke depan.

"Terkait dengan penyidikan tindak pidana korupsi dengan tersangka AW (Anggoro Widjojo), kasus SKRT. Sejak hari ini ya, 11 Februari 2014, berlaku selama enam bulan," kata Johan.

Menurutnya, Kaban dan mantan sopirnya itu dicegah agar tidak berada di luar negeri ketika tim penyidik KPK membutuhkan keterangannya terkait penyidikan kasus SKRT. Johan juga memastikan KPK akan kembali memeriksa Kaban dan Yusuf. Namun, dia mengaku belum tahu kapan keduanya akan diperiksa lagi setelah dicegah.

"Jadwal pemeriksaan yang bersangkutan belum sampai ke humas," ujar Johan.

Johan menambahkan, KPK tengah mengembangkan kasus dugaan korupsi SKRT yang menjerat Anggoro. Pengembangan penyidikan mengarah kepada pihak lain yang diduga menerima uang suap dari Anggoro, maupun pihak lain yang diduga terlibat dalam pemberian uang.

Selaku pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro diduga memberikan hadiah atau janji kepada sejumlah pejabat atau penyelenggara negara untuk meloloskan pengajuan anggaran SKRT Departemen Kehutanan pada 2007. Sepanjang ditemukan dua alat bukti yang cukup, kata Johan, terbuka kemungkinan KPK menetapkan tersangka baru.

"Saya tidak bisa memastikan apakah berhenti di AW (Anggoro) atau tidak, tapi sepanjang ditemukan dua alat bukti yang cukup, tentu bisa dijadikan tersangka," ucapnya.

Dalam kasus SKRT ini, KPK pernah memeriksa Kaban sebagai saksi. Saat kasus dugaan korupsi ini terjadi sekitar 2007, Kaban menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Dia pernah menandatangani surat penunjukan langsung untuk PT Masaro Radiokom sebagai rekanan proyek SKRT.

Seusai diperiksa KPK pada 2012, Kaban mengatakan bahwa penunjukan langsung PT Masaro sudah sesuai prosedur. Proyek SKRT sebenarnya sudah dihentikan pada 2004 ketika M Prakoso menjadi Menteri Kehutanan.

Namun, diduga atas upaya Anggoro selaku pemilik PT Masaro Radiokom, proyek tersebut dihidupkan kembali. Anggoro diduga memberikan uang kepada empat anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan, yakni Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas.

Komisi IV yang saat itu dipimpin oleh Yusuf Erwin Faishal pun mengeluarkan surat rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa Komisi IV DPR meminta Kementerian Kehutanan meneruskan proyek SKRT dan mengimbau kementerian tersebut menggunakan alat yang dipasok PT Masaro untuk pengadaan barang terkait proyek SKRT. Baik Azwar, Al Amin, Hilman, Fachri, maupun Yusuf Erwin Faisal telah dihukum melalui putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Kasus ini juga menjerat adik Anggoro, Anggodo Widjojo. Fakta persidangan kasus ini menyebutkan pula ada dugaan aliran dana ke sejumlah pejabat di Kementerian Kehutanan, termasuk Sekjen Kementerian Kehutanan, Boen Purnama. Aliran dana ke pejabat tersebut diduga diketahui Kaban.

Mengenai fakta persidangan yang menyebutkan bahwa Kaban mengetahui aliran uang itu, Johan mengatakan bahwa informasi tersebut harus divalidasi dulu kebenarannya. "Pengakuan di persidangan harus divalidasi apakah didukung bukti atau tidak sehingga bisa disimpulkan benar atau tidak. Proses ini masih dikembangkan KPK dengan tersangka AW (Anggoro)," ujar Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com