"Ada beberapa argumentasi atau pendapat di tengah masyarakat yang menurut kami harus jadi perhatian serius oleh berbagai pihak. Suara itu (penolakan) tentu suara rakyat juga yang perlu mendapat perhatian," kata Anggota Bawaslu Nasrullah, di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2014).
Dia mengatakan, pemerintah juga harus memerhatikan waktu pemungutan suara yang hanya tinggal 65 hari. Padahal, teknis penyaluran dana saksi parpol belum jelas.
"Saya tidak tahu cara mengorganisir, menghadirkan saksi-saksi itu. Meski pun itu kewajiban parpol, saya tidak tahu bagaimana penganggaran, pencairan dana dari pemerintah," katanya.
Terlebih, kata dia, pembiayaan honor saksi parpol tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Desakan agar wacana pembiayaan honor saksi parpol dari APBN ditinjau kembali, salah satunya juga dilontarkan Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu.
"Kami mendorong penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR meninjau kembali kebijakan saksi parpol yang akan dibiayai negara," ujar Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaedi, Rabu (22/1/2014) lalu.
Wacana itu juga ditolak parpol peserta pemilu, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Partai Gerindra dan Partai Nasdem.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol. Setiap saksi dibayar Rp 100 ribu untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.