Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Ini Alasan MK Baru Bacakan Putusan UU Pilpres

Kompas.com - 23/01/2014, 16:48 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membeberkan alasan mengapa MK baru membacakan putusan mengenai uji materi (judicial review) UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden pada Kamis (23/1/2014) ini.

Mahfud mengaku baru mengetahui alasan keputusan itu baru-baru ini. Ia menjelaskan, MK menunda mambacakan putusan tersebut karena banyak perkara pilkada yang harus diselesaikan. Penuntasan perkara pilkada didahulukan karena proses penuntasannya lebih pendek, yakni hanya 14 hari.

"Saya sudah tanya ke MK, katanya sesudah saya pergi dari MK, banyak sekali perkara pilkada," kata Mahfud di Jakarta, Kamis (23/1/2014).

Setelah itu, kata Mahfud, hakim MK juga kembali menunda membacakan putusan pada judicial review UU tersebut karena dihambat oleh kesibukan memulihkan nama baik MK pasca-penangkapan Ketua MK (sekarang mantan) Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dugaan menerima suap.

Dalam hal ini, Mahfud mengaku tak mengerti mengapa MK tak menjadikan pembacaan putusan uji materi UU Pilpres sebagai prioritas. "Seharusnya (UU Pilpres) itu bisa diprioritaskan. Dulu di zaman saya, kita sepakat memprioritaskan supaya ada kepastian di pemilu," tandasnya.

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak sempat menuding MK menyembunyikan putusan uji materi Undang-Undang Pilpres. Tudingan ini dilatari oleh hasil putusan yang diduga kuat telah diketahui, tetapi belum dibacakan oleh MK sampai satu tahun uji materi itu diajukan.

Inisiator aliansi ini, Effendi Ghazali, mengatakan, pengajuan uji materi UU tersebut telah disampaikan sejak 10 Januari 2013. Ia tegaskan, semua persidangan telah selesai dilakukan sejak 14 Maret 2013 silam, dan MK telah memutuskannya dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).

Effendi melanjutkan, pihaknya telah berkirim surat sebanyak tiga kali untuk menanyakan mengapa putusan uji materi tentang UU Pilpres ditunda-tunda oleh MK. Surat dikirim pada 20 Mei 2013, 21 Oktober 2013, dan 7 Januari 2014.

Effendi mengaku belum puas dengan jawaban yang diterimanya. Setelah lebih dari satu tahun sejak gugatan dilayangkan, MK akhirnya mengabulkan uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Ghazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak.

MK memutuskan pemilu serentak berlaku 2019. MK berpendapat, putusan ini tidak dapat diterapkan untuk Pemilu 2014 karena pemilu yang sudah terjadwal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com