Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengawal Kursi-kursi Tak Bertuan di Parlemen

Kompas.com - 03/01/2014, 06:57 WIB
Sabrina Asril

Penulis


KOMPAS.com
 — Kesunyian gedung Dewan Perwakilan Rakyat semakin terasa pada pengujung tahun 2013. Menjelang tahun politik, hilir mudik anggota Dewan semakin sedikit ditemui. Sebaliknya, deretan kursi-kursi tak bertuan menjadi pandangan yang kian umum di parlemen saat ini. Yang terparah terjadi pada rapat-rapat komisi yang tak jarang hanya dihadiri kurang dari 10 anggota DPR.

Sebagai contoh, proses pengambilan keputusan untuk Perppu MK. Rapat pengambilan keputusan sempat dua kali ditunda akibat minimnya anggota yang hadir di Komisi III DPR.  Pembatalan rapat terjadi juga di Komisi VIII DPR saat akan melakukan rapat dengar pendapat dengan Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katolik, Dirjen Bimas Hindu, dan Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama pada Mei 2013 lalu.

Hampir sebagian besar rapat-rapat komisi terjadi hal serupa. Bahkan, sejumlah uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan di DPR, seperti uji kepatutan dan kelayakan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komite Informasi Pusat (KIP), dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tak diminati anggota Dewan.

Yang ironis, saat uji kepatutan dan kelayakan calon anggota LPSK pada 26 September 2013. Hanya ada dua anggota DPR yang hadir dan menguji para calon. Beberapa anggota sempat masuk ke ruangan, tetapi kemudian keluar lagi dan memilih mengikuti keramaian di luar ruangan. Saat itu, istri pertama Ruhut, Anna Rudhiantiana Legawati, mendatangi Gedung DPR. Anna datang bersama anaknya untuk meminta agar DPR menolak rencana Ruhut yang akan diajukan menjadi Ketua Komisi III DPR menggantikan Gede Pasek Suardika.

Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, minimnya kehadiran anggota DPR dalam uji kepatutan itu semakin menegaskan adanya dugaan politik transaksional yang terjadi di parlemen. Untuk uji kepatutan dan kelayakan yang lebih seksi dan ditengarai berkantung tebal, kata Lucius, anggota DPR berlomba-lomba hadir. Contohnya terjadi saat uji kepatutan dan kelayakan calon Dewan Gubernur Bank Indonesa, calon hakim agung, calon kepala Polri, dan calon panglima TNI.

"Namun, untuk komisi-komisi di luar pemerintah yang banyak diisi aktivis, atau orang-orang yang tak cukup modal dan hanya mengandalkan pada proses seleksi yang profesional, ya mereka tidak antusias," katanya.

Kondisi ini, Lucius menilai, sangat memprihatinkan. Pasalnya, DPR berperan penting meletakkan orang-orang berkualitas pada komisi-komisi di luar pemerintahan ini.

Lucius bahkan meragukan kualitas anggota DPR untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan. Dengan disiplin yang rendah, anggota DPR dinilai tidak pantas menilai orang lain.

Tanpa prestasi

Selain kritik atas kualitas uji kepatutan dan kelayakan, kinerja DPR lainnya yang juga merosot akibat minimnya tingkat kehadiran, yaitu terkait proses legislasi. Pada tahun 2013 ini, DPR hanya mampu menyelesaikan 16 undang-undang dari 75 undang-undang yang ditargetkan. Melihat ke belakang, nyatanya tak sekali pun DPR bisa mencapai target program legislasi nasional selama empat tahun bekerja.

Berdasarkan catatatan Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK) Indonesia, pada tahun 2010, DPR hanya mampu mengesahkan 16 undang-undang, tahun 2011 sebanyak 24 undang-undang, dan tahun 2012 sebanyak 30 undang-undang. Sebagian besar undang-undang yang dihasilkan pun adalah undang-undang yang bersifat kumulatif terbuka, seperti UU APBN dan UU Daerah Otonomi Baru.

Menurut Lucius, banyak undang-undang yang terhambat akibat masalah kehadiran. Contohnya, Komisi II yang seharusnya menggelar rapat Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Panja RUU Pilkada) melakukan pembatalan karena empat unsur pimpinan tidak datang pada bulan Mei 2013. Alhasil, sampai sekarang, RUU Pilkada belum juga rampung.

"Tahun ini, tragetnya 66 RUU. Ini hanya gagah-gagahan saja untuk menunjukkan bahwa DPR masih bekerja, padahal target ini sudah pasti tidak akan tercapai dengan kinerja seperti itu," kata Lucius.

Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran, Uchok Sky Khadafi, menyinggung banyaknya uang negara yang harus keluar untuk gaji DPR sebesar Rp 554,9 miliar.

"Artinya, kemahalan anggaran untuk anggota DPR dibarengi dengan kinerja yang maksimal di parlemen untuk berjuang demi kepentingan konstituen mereka," kata Uchok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com