Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SKK Migas: Mafia Tidak Hanya di Migas

Kompas.com - 23/11/2013, 14:23 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Budiantoro menegaskan bahwa mafia tak hanya ada di industri minyak dan gas bumi (migas), dan institusi yang berwenang di dalamnya. Mafia juga hidup di sektor lain.

"Kalau kita bicara mafia, itu tidak hanya di migas. Mafia itu juga ada di pemerintahan daerah, mafia ada di proyek-proyek yang ada. Di mana ada kekuasaan, ada tendensi untuk penyelewengan," kata Elan saat ditemui seusai diskusi bertajuk "Gilas Mafia Migas" di Jakarta, Sabtu (23/11/2013).

Meski demikian, Elan mengakui kasus yang menimpa institusinya dan melibatkan sejumlah pejabat di SKK Migas memang cukup menggemparkan. Pasca-kasus yang melibatkan Kepala SKK Migas (non-aktif) Rudi Rubiandini, Elan menegaskan bahwa pihaknya akan memperketat pengawasan dan whistle blower system atau sistem pengungkap kasus.

Namun, ia menyangkal jika tertangkapnya Rudi lantaran sebelumnya institusi yang berwenang di industri minyak dan gas tersebut tak memiliki sistem pengawasan yang efektif untuk mencegah tindak penyimpangan.

"Ya, ini bagian dari perbaikan (sistem)," ujarnya.

Di sisi lain, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas, menjelaskan terminologi mafia merujuk pada kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang dan bersifat sistemik.

"Kalau bicara mafia migas, indikasi ada. Tapi kalau yang berkepentingan siapa, harus dilihat lebih lanjut, apakah yang disebutkan dalam persidangan itu mafia migas?" kata Firdaus.

Walau demikian, lanjut Firdaus, yang paling penting adalah jika sudah ada fakta hukum yang mengungkap penyelewengan, maka merupakan kewajiban aparat hukum untuk menindaklanjutinya.

"Jadi, yang kita inginkan sejak awal adalah ada jaminan, kasus ini tidak hanya dilokalisir pada kasus suapnya saja, atau dugaan korupsinya saja. Tidak hanya melibatkan yang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi juga yang mengalirkan atau sebagai tempat transaksi," urainya.

Sayangnya, menurut Firdaus, hingga saat ini Indonesia belum pernah merampungkan secara tuntas kasus dugaan korupsi di industri migas, baik yang dilakukan oleh kejaksaan, kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui kasus ini, ia pun berharap laporan audit, laporan pemeriksaan, serta laporan publik terkait penyimpangan industri migas juga bisa ditindaklanjuti.

"Sampai saat ini aparat penegak hukum, pemerintah, tidak bisa secara menyeluruh menyentuh apa yang disebut mafia migas. Padahal kalau kita bicara implementasinya kan jelas ada dugaan kerugian negara, ada bagian negara yang diterima tidak secara optimal, ada mark-up dalam birokrasi industri migas," sebut Firdaus.

Mengutip hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (sampling), pada 2009-1012, temuan penyimpangan industri migas sebesar Rp 18,7 triliun. Dari penyimpangan yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tersebut, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 15 triliun. Itu pun kata dia hanya sampel dari lima perusahaan tiap semester. Terlebih lagi jika audit dilakukan terhadap 70 perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia.

Sementara itu, di tubuh SKK Migas, Firdaus menyebut bahwa KPK, pada 2012, menemukan kasus penyelewengan pengelolaan dana sekitar hampir Rp 1,7 triliun, baik dalam bentuk dollar maupun rupiah. Penyelewengan antara lain terkait penyewaan gedung sementara SKK Migas, pengelolaan dana KKKS, serta mekanisme pengadaan barang dan jasa yang digelembungkan (mark-up).

"Jadi, kalau saya bilang, kerugian negara Rp 18,7 triliun, ditambah Rp 1,7 triliun, itu aktual dari pemeriksaan dan sampling BPK," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com