Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/11/2013, 08:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —Komisi Pemberantasan Korupsi membidik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan. Atut berpotensi menjadi salah satu tersangka. Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Banten untuk Rakyat juga berunjuk rasa mendukung KPK agar segera menetapkan tersangka.

Hari Selasa (19/11), KPK kembali meminta keterangan Atut. Dia datang ke KPK sekitar pukul 09.30. Ajudannya bahkan datang dua jam lebih awal. Atut baru selesai diperiksa pada pukul 17.00.

Saat ditanya apakah Atut merupakan salah satu pihak yang berpotensi menjadi tersangka, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, hal tersebut tak tertutup kemungkinannya.

”Orang yang diperiksa KPK kalau ternyata dari hasil pemeriksaan berkelanjutan dan ditemukan dua alat bukti yang cukup signifikan, cukup kuat, tidak menutup kemungkinan seseorang itu berubah statusnya dari saksi menjadi tersangka,” kata Abraham.

Beberapa waktu lalu, penyelidik KPK sempat mendatangi kantor Dinas Kesehatan Provinsi Banten di Serang. KPK juga
telah meminta keterangan sejumlah pejabat Dinkes Provinsi Banten.

”Ada beberapa permasalahan yang perlu diklarifikasi pada Atut karena itu (pemeriksaan) hari ini,” kata Abraham.

Atut tak banyak bicara

Seusai diperiksa, Atut tidak banyak bicara. Ketika dicecar sejumlah pertanyaan oleh wartawan, Atut hanya mengatakan, ia telah selesai memberi keterangan kepada penyelidik KPK.

”Sudah memberikan klarifikasi atau keterangan terkait dengan sarana dan prasarana di Pemerintah Provinsi Banten. Terima kasih ya. Cukup ya, cukup,” katanya singkat.

Dia pun hanya mengucapkan permintaan maaf berkali-kali ketika wartawan bertanya apakah dirinya siap jika ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Dukungan kepada KPK

Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Banten untuk Rakyat mendukung langkah KPK ini. ”Kami mendorong KPK mengusut aset kekayaan Atut karena hartanya diduga berasal dari tindak korupsi,” kata Sobari, seorang demonstran saat berorasi di simpang Ciceri, Kota Serang.

Di tempat lain, Direktur Aliansi Independen Peduli Publik Uday Suhada juga menyatakan dukungan. Menurut dia, KPK harus bertindak cepat menetapkan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan.

”Bukti-bukti tentang itu, saya rasa sudah cukup kuat. Selain kasus alat kesehatan, Atut juga bertanggung jawab terhadap penyelewengan dana hibah dan bantuan sosial,” kata Uday.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten menemukan penggelembungan pengadaan obat-obatan untuk RSUD Banten pada 2012. Dalam laporan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan Juni 2013 tertera kerugian negara Rp 987.650.346 atas penggelembungan harga obat dan bahan habis pakai.

Lembaga Kajian Independen (LKI) Banten menelusuri beberapa kejanggalan dalam pengadaan alat kesehatan untuk RSUD Banten yang diresmikan pada 3 Oktober silam itu. Dimas Kusuma, koordinator lembaga itu, mendapati bahwa salah satu pemenang tender, CV BS, beralamat fiktif. Kantor perusahaan itu adalah rumah yang sudah tidak dihuni selama dua tahun terakhir.

Dari data yang diperoleh LKI Banten, CV BS memenangi sembilan tender, seperti pengadaan alat instalasi bedah dan alat kedokteran rawat inap kebidanan. Nilai total sembilan proyek itu mencapai Rp 108,48 miliar. Proyek terbesar adalah pengadaan sarana penunjang pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar Rp 21,5 miliar.

Koordinator Divisi Korupsi Indonesia Corruption Watch Ade Irawan juga mengapresiasi tinggi langkah cepat KPK. Pemeriksaan intensif itu menunjukkan bahwa KPK mengakomodasi kegundahan masyarakat Banten.(BIL/HEI/OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com