Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSPI Bantah Upah Murah di Indonesia Berakhir

Kompas.com - 05/11/2013, 19:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa Indonesia telah meninggalkan kebijakan upah murah. Menurut Iqbal, pernyatan SBY itu bertolak belakang dengan fakta di lapangan.

Iqbal memberi contoh penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2014 di DKI Jakarta sebesar Rp 2.441.301. Menurutnya, besaran UMP itu tidak rasional untuk hidup di Jakarta. Hitungan pihaknya, buruh mesti mengeluarkan uang perbulan sebesar Rp 600 ribu untuk sewa rumah, Rp 500 ribu untuk ongkos transportasi ke pabrik dan kegiatan lainnya, Rp 990 ribu untuk makan. Jadi, sisa uang yang dipegang buruh hanya sekitar Rp 250 ribu untuk biaya sebulan di Jakarta.

"Fakta ini menjelaskan bahwa Gubernur Joko Widodo dan Presiden SBY masih mempertahankan rezim upah murah," kata Said seperti dikutip Tribunnews, Selasa (5/11/2013).

Said menambahkan, UMP DKI tahun 2014 lebih rendah dari upah minimum tahun 2013 di Bangkok, Thailand sebesar Rp 2,8 juta dan Manila, Filipina sebesar Rp 3,2 juta. UMP Jakarta hanya sedikit lebih tinggi dari upah minimum di Kamboja dan Vietnam.

Padahal, kata Said, investasi asing di Jakarta dan sekitarnya sudah masuk sejak 43 tahun yang lalu semenjak diberlakukannya UU PMA tahun 1970. Investasi asing di Kamboja dan Vietnam baru lima tahun terakhir berkembang. "Fakta ini menjelaskan, 43 tahun buruh tetap miskin sampai sekarang," kata Said.

Penetapan UMP Jakarta, lanjut Said, diputuskan berdasarkan KHL tahun 2013 sebesar 2.299.806. Padahal, kata dia, anggota dewan pengupahan dari unsur buruh sudah mengusulkan mengunakan KHL 2014 sebesar Rp 2.767.320.

Menurut Said, Gubernur Jokowi tidak mau mempertimbangkan usulan buruh. Dengan demikian, kata dia, fakta ini menjelaskan bahwa Gubernur Jokowi justru memberlakukan kebijakan upah murah yang bertentangan dengan pernyataan Presiden SBY.

"Karena UMP DKI tahun 2014 mengunakan dasar perhitungan KHL tahun 2013, ini berarti buruh dan masyarakat DKI membayar biaya hidup di tahun depan dengan gaji di tahun sekarang. Jelas sekali kebijakan upah murah ini akan terus memiskinkan buruh dan masyarakat," pungkas Said.

Seperti diberitakan, Presiden SBY saat bersilatuhrahim dengan Pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (4/11/2013), menyebut bahwa era upah buruh murah di Indonesia sudah berakhir. Namun, kata Presiden, peningkatan upah mesti rasional agar tidak ada pemutusan hubungan kerja.donesia tidak bisa lagi menjadikan upah murah sebagai unggulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com