JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, dinilai sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang paling keras kepala atau "ngotot" dalam menyampaikan pendapat. Hal itu disimpulkan oleh Institut Riset Indonesia (Insis) setelah melakukan survei nasional.
Peneliti Insis, Mochtar W Oetomo, mengatakan, responden yang menilai hal itu sebanyak 8,22 persen. Survei tersebut dilakukan secara tatap muka pada 17 Agustus-20 September 2013 dengan mengambil 1.070 responden di 34 provinsi.
Politisi lain yang dianggap keras kepala dalam menyampaikan pendapat yakni politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo (3,27 persen), politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari (2,52 persen), politisi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah (2,52 persen), dan politisi Demokrat Sutan Bhatoegana (2,42 persen).
Anggota Dewan lainnya, politisi Partai Golkar Nurul Arifin (2,14 persen), politisi Partai Gerindra Martin Hutabarat (1,86 persen), Ahmad Yani (1,77 persen), politisi Partai Hanura Sarifudin Sudding (1,49 persen), dan lainnya 58,22 persen. Sebanyak 15,51 persen tidak menjawab.
Apakah "ngotot" yang ditanyakan Insis bermakna positif atau negatif? Mochtar mengatakan, awalnya pihaknya ingin memaknai secara positif dan negatif. Hanya, hasil wawancara, kata dia, kecenderungan penilaian publik mengarah ke negatif.
"Setelah terkumpul data, mayoritas menilai cenderung negatif. Mungkin berhubungan dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang tidak suka cara menyampaikan pendapat dengan keras, ngotot," kata Mochtar saat jumpa pers di Hotel Atlet Century Park, di Senayan, Jakarta, Minggu (29/9/2013).
Ketika ditanya mengapa sikap Eva yang memperjuangkan hal-hal terkait Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika dianggap negatif, Mochtar mengakui bahwa Eva selama ini memang "ngotot" terkait 4 pilar. Hanya, kata dia, cara penyampaiannya kurang disukai mayoritas publik.
"Walaupun Eva memperjuangkan yang baik-baik, tapi dalam konteks masyarakat Indonesia, penyampaian pesan seperti itu negatif walaupun yang diperjuangkan positif. Gaya komunikasi seperti Priyo Budi Santoso, Joko Widodo, Anas Urbaningrum lebih disukai. Walaupun kelihatan santun, baik, tapi penuh bahasa yang bersayap," ucapnya.
Ketika ditanya dari mana dana pembiayaan survei, Mochtar mengaku bahwa dana survei hingga jumpa pers dibiayai sendiri.
"Anggota kita sudah mapan-mapan," tuturnya singkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.