Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Djoko Susilo Tak Harus Bayar Uang Pengganti Rp 32 Miliar

Kompas.com - 03/09/2013, 18:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membebaskan terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dari pidana tambahan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 32 miliar seperti yang dituntut tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut majelis hakim, tidak adil jika Djoko tetap diwajibkan membayarkan uang kerugian negara padahal aset-asetnya diputuskan untuk dirampas negara secara otomatis karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.

"TPPU pada dakwaan kedua pertama seperti dakwaan kedua pertama telah membawa konsekuensi hukum akan dirampas asetnya untuk negara. Maka, tidaklah adil kalau masih dibebankan uang pengganti," kata anggota majelis hakim Anwar saat membacakan putusan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (3/9/2013).

Hampir semua aset Djoko yang dianggap berasal dari tindak pidana korupsi dirampas negara, kecuali tiga items, yakni tanah dan bangunan di Perumahan Tanjung Mas Raya atas nama Bunyani, Toyota Avanza perak atas nama Sonya, dan Avanza atas nama Zainal Abidin.

Menurut tuntutan jaksa KPK, untuk periode 2003-2010, Djoko memiliki total aset senilai Rp 54,6 miliar dan 60.000 dollar AS. Kemudian, dalam periode 2010-2012, Djoko telah membeli aset sekitar Rp 63,7 miliar.

Vonis 10 tahun

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis berupa hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan kepada Djoko. Hakim menilai jenderal bintang dua itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang merupakan gabungan perbuatan dalam pengadaan proyek simulator ujian surat izin mengemudi roda dua dan roda empat.

Djoko juga dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang meminta Djoko dihukum 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Majelis hakim Tipikor juga menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta agar hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih dicabut. Hakim menilai, pencabutan hak politik tersebut berlebihan.

Menurut majelis hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara. Djoko terbukti memerintahkan panitia pengadaan agar pekerjaan simulator roda dua dan roda empat diberikan kepada PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto. Dari Budi, Djoko mendapatkan uang Rp 32 miliar.

Selain itu, menurut hakim, Djoko terbukti melakukan penggelembungan harga alat simulator SIM dengan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) bersama-sama Budi.

Pencucian uang

Selain itu, menurut hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli aset yang diatasnamakan orang lain. Melihat waktu pembelian aset berdekatan dengan diterimanya uang Rp 32 miliar dari Budi, patut diduga aset-aset tersebut berasal dari tindak pidana korupsi proyek simulator SIM.

"Melihat locus dan waktu setelah menerima uang Rp 32 miliar dari Budi Susanto, maka patut diduga bahwa uang tersebut terbukti untuk pembelian properti tersebut di atas," kata hakim Anwar.

Majelis hakim juga menilai Djoko sengaja menyembunyikan asal usul asetnya dengan tidak melaporkan asetnya dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Aset Djoko dianggap tidak sesuai profilnya sebagai pejabat kepolisian.

Untuk periode 2003-2010, Djoko memiliki total aset senilai Rp 54,6 miliar dan 60.000 dollar AS. Padahal, total penghasilan yang diperolehnya sebagai pejabat Polri ketika itu hanya Rp 407 juta dan penghasilan lainnya sekitar Rp 1,2 miliar.

Dalam periode itu, Djoko pernah menjabat sebagai Kapolres Bekasi, Kapolres Metro Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro Jaya, Wadirlantas Babinkam Polri, Dirlantas Babinkam Polri, dan Kakorlantas.

Kemudian, dalam periode 2010-2012, penghasilan Djoko sebagai pejabat Polri hanya sekitar Rp 235,7 juta, ditambah penghasilan lainnya senilai Rp 1,2 miliar. Namun, dalam periode itu, Djoko telah membeli aset sekitar Rp 63,7 miliar. Dalam periode ini, Djoko menjabat sebagai Dirlantas Babinkam Polri, Kakorlantas, dan Gubernur Akpol.

Djoko banding

Atas putusan ini, Djoko dan tim pengacaranya akan mengajukan banding.

"Setelah kami berunding dengan klien kami, kami akan ajukan banding. Oleh karena itu, mohon dicatat panitera," kata pengacara Djoko, Juniver Girsang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com