Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penganut Syiah: Jika Tak "Tobat", Saya Akan Dibunuh ...

Kompas.com - 12/08/2013, 19:49 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Nur Kholis (22) adalah salah seorang penganut Syiah di desa Karangganyam yang dipaksa "bertobat" dengan menandatangani sebuah surat pernyataan. Jika menolak, maka nyawa Nur terancam akan dihabisi oleh warga.

"Katanya itu ancaman dari warga, Pak Kadus (Kepala Dusun) cuma menyampaikan saja. Jika tidak 'tobat' rumah saya akan dibakar lah, dan saya akan dibunuh lah," jelas Nur saat ditemui di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU) Jakarta, Senin (12/8/2013).

Pada 5 Agustus 2013, Nur yang saat itu baru saja kembali dari Bali, dibawa bersama empat penganut Syiah lainnya ke rumah seorang kiai bernama Safiudin. Di rumah itu, disebut ada bupati Sampang, kepala desa, kepala dusun, kapolsek, anggota Brimob, dan empat orang kiai lainnya.

Di sana mereka dipaksa menandatangani surat pernyataan yang memaksa mereka "bertobat". "Yang pertama mendapat giliran untuk maju saya. Saya dikasih kertas, di dalamnya ada 9 poin. Judulnya, 'Kembali ke Ajaran yang Benar'. Harus diisi dengan kesadaran diri, tanpa ada paksaan, dan tanpa ber-taqiyah (tidak berbohong)," jelas Nur.

Meskipun mendapat ancaman sedemikian rupa, Nur mengaku tidak gentar. Dia tetap teguh dengan keyakinannya sebagai penganut Syiah dan menolak untuk menandatangani surat pernyataan tersebut.

"Karena ini tertulis tanpa paksaan dan tanpa ber-taqiyah, jujur saja Pak, malam ini saya tidak siap. Di hati saya ini tetap (Syiah), tidak bisa dibohongi," ujar Nur menirukan penolakan yang dilontarkannya.

Mendengar hal itu, kiai Safiudin langsung marah. Mukanya langsung memerah. Dia pun sontak mengeluarkan ancaman lainnya. "Ya sudah kalau tidak mau, berarti kamu harus keluar dari sini. Nyawa kamu tidak aman kalau berdiam terus di sini," tutur Nur menirukan kiai yang marah mendengar penolakannya.

Jika bukan karena permintaan neneknya, maka Nur mengaku akan menolak pula permintaan tersebut. Nur mengaku neneknya sangat khawatir terhadap keselamatan dirinya jika tetap tinggal di sana. Akhirnya, dengan berat hati Nur berangkat meninggalkan kampung halaman menuju Jakarta. Keinginan merayakan Lebaran di Rumah bersama keluarga besar pun tinggal angan.

"Saya pilih Jakarta karena ada saudara dan teman-teman di sini. Kalau masih daerah Jawa Timur saya juga masih takut bisa dilacak," jelas Nur.

Kini Nur mengaku tidak tahu harus berbuat apa. Dia bahkan bingung akan menetap di Jakarta atau kembali bekerja di Bali. Keinginannya untuk pulang ke Karanggayam tidak mungkin bisa dilakukan sampai pemerintah dapat mengatasi konflik ini.

Oleh karenanya, Nur berharap Pemerintah dapat mengambil tindakan cepat dalam menangani konflik antaragama ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com