Kenapa engkau bertemu aku hari ini? Mengapa kita bertemu dengan beragam peristiwa. Ada rahasia apa di balik pertemuan-pertemuan itu?
Mengapa Prabowo dan SBY mengadakan pertemuan pada hari Senin (11/03/13). Ada rahasia apa di balik pertemuan tersebut?
Mengapa Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyambangi LP Sukamiskin, Bandung, untuk bertemu Fahd El Fouz yang juga saksi di kasus korupsi Alquran.
Lantas, kenapa pula awal tahun ini, di Kairo, tujuh senator Amerika mengadakan pertemuan yang sangat kontroversial dengan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Pertemuan ini diam-diam dan tak banyak yang tahu. Konon, karena sebelumnya, Mursi secara gamblang menyatakan bahwa ia merupakan korban media Amerika yang dijalankan oleh orang-orang Yahudi.
Sebagian orang percaya, bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, termasuk pertemuan yang tidak disengaja. Ada apa di balik pertemuan itu, mengapa seseorang harus bertemu dengan orang lain atau sebuah peristiwa? Begitulah dengan tokoh kita kali ini, Don, yang bertanya-tanya tentang pertemuan.
Pada sebuah malam, Don mengetuk pintu rumah saya. Wajah dan rambutnya sungguh serupa, acak-acakan. Saya sudah paham dengan tabiatnya. Jika ia dalam situasi seperti itu, tak akan ia menjawab pertanyaan apa pun dari saya.
Maka, saya biarkan ia memasuki pintu yang saya buka lebar-lebar buatnya tanpa satu pun pertanyaan atau pernyataan.
Saya biarkan ia duduk di ruang tamu, sementara saya melanjutkan mengetik.
Bunyi gemeretak keretek yang dibakar Don sesekali saling bersahutan dengan helaan nafasnya yang berat. Lalu tiba-tiba, di antara kegelisahannya itu, muncul pertanyaan dari mulutnya.
"Kenapa?"
Semula hendak saya abaikan pertanyaannya itu. Tapi, naluri keingin-tahuan saya rupanya lebih besar dari ego saya untuk mengimbangi kesombongan manusia bernama Don yang suka berlagak eksentrik itu.
"Apanya yang kenapa," saya balik bertanya dengan nada tak acuh.
"Perempuan-perempuan itu..."
Saya melirik, berusaha menyelidik dengan ekor mata saya.
"Perempuan-perempuan itu... kenapa aku harus berjumpa dengan mereka?"
"Ada yang salah dengan perjumpaan itu?"
"Bukan soal salah-benar, tapi mengapa aku dipertemukan dengan mereka?"
"Mereka? Tentu banyak perempuanmu?"
"Teman perempuan."
"Ya. Sama saja. Mereka perempuan-perempuan yang kebetulan jadi teman."
"Terserah kau saja."
"Loh, kok terserah aku. Terserah kamu dong. Itu kan perkaramu. Malam-malam datang ke sini, lantas bertanya, kenapa kau berjumpa dengan perempuan-perempuan itu."
"Teman-teman perempuanku."
Saya kini menatapnya.
"Cuma teman?" mata dan pertanyaan saya menusuk langsung ke jantungnya.
"Ya. Kenapa?"
"Cuma teman? Kenapa kau harus segelisah itu?"
"Gak boleh?"
"Sejak kapan kau sedungu itu, hendak membodohi aku dengan pernyataan-pernyataanmu yang amat berlawanan dengan sorot matamu?"
Don tersudut. Ia diam terpaku di kursi. Ia sempurna bagai kain kotor yang teronggok tanpa daya di tempat cucian.
"Kau tahu, Don, cuma dua hal yang membuat kita gelisah atas seorang teman. Adalah, ketika teman kita berduka atau terluka. Nah, adakah mereka kini sedang berduka atau sedang terluka?"