Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tak Ada Perintah PKS Pasang Spanduk Tolak Kenaikan Harga BBM"

Kompas.com - 08/06/2013, 06:11 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera mengatakan, tidak ada perintah resmi dari partai untuk melakukan sosialisasi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, termasuk lewat spanduk. Bahkan belum ada rapat pengambilan keputusan yang menolak kenaikan harga BBM.

"Di partai tidak memerintahkan pasang spanduk-spanduk itu," kata politisi senior PKS, Salim Segaf Al Jufri, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (7/6/2013) malam, ketika dimintai tanggapan pemasangan spanduk penolakan kenaikan harga BBM. Seperti diketahui, banyak spanduk penolakan kenaikan harga BBM terpasang di berbagai jalan di Jakarta, dengan sebagian di antaranya jelas mencantumkan identitas terkait dengan PKS.

Spanduk-spanduk itu antara lain bertuliskan "BBM naik harga, rakyat menderita. Tolak sekarang juga". Dalam spanduk tersebut tertera lambang PKS beserta nomor urut peserta pemilu, yakni tiga. Sebagian spanduk bahkan memasang wajah para politisi PKS.

Salim mengatakan, keputusan resmi partai diambil oleh Dewan Pimpinan Tinggi Partai (DPTP). Hingga saat ini, kata dia, DPTP belum melakukan pertemuan, apalagi membahas masalah kenaikan harga BBM. Keputusan rapat DPTP sebelumnya, imbuh dia, tidak ada sikap PKS keluar dari koalisi ataupun menolak kenaikan harga BBM.

"Di partai itu ada DPTP. Jadi itu yang memutuskan. DPTP itu tidak memutuskan atau memerintahkan memasang spanduk-spanduk. Oleh karena itu, yang terjadi itu bukan dari DPTP, itu pendapat beberapa orang di DPP PKS," ucap Salim. Namun, dia pun membantah ada perbedaan pendapat di internal partainya. "Sebenarnya di PKS satu pendapat. Kalau di PKS itu ya DPTP saja. Oleh karena itu, mungkin akan dibahas oleh Majelis Syuro dalam waktu dekat," tepis dia.

Seperti diberitakan, pemerintah berencana menaikkan harga premium menjadi Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Jika direalisasikan, sebanyak 15,53 juta keluarga miskin akan menerima uang tunai Rp 150.000 per bulan selama lima bulan dan kompensasi dalam bentuk program lainnya. Para petinggi PKS dalam beragam kesempatan berbeda menyampaikan penolakan kenaikan harga BBM dengan berbagai alasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com