Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/04/2013, 01:04 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum telah mempublikasikan 6.576 nama bakal caleg dari 12 partai politik yang akan maju dalam Pemilu 2014. Namun rupanya dari ribuan nama itu ada nama bakal caleg yang kedapatan ganda, muncul di dua partai politik. KPU pun dalam waktu dekat akan segera mengambil langkah tegas menindak bakal caleg itu.

Nama satu bakal caleg yang sudah ketahuan muncul di dua partai itu adalah Tabrani Syabirin. Dia tercatat menjadi bakal caleg di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya.

Di partai pimmpinan Megawati Soekarnoputri, Tabrani maju dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat VII dengan nomor urut 7. Dapil ini mencakup wilayah Kabupaten Purwakarta dan Karawang serta Kota dan Kabupaten Bekasi. Sementara di Partai Gerindra, Tabrani bertarung dari dapil Banten II yang mencakup wilayah Kota Serang, Kabupaten Serang, dan Kota Cilegon, dengan nomor urut 2.

Anggota KPU Arief Budiman menyatakan akan mengambil langkah tegas Tabrani atas temuan ini. "Kami akan memberitahu partai jika ada kadernya yang maju dari partai lain," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/4/2013).

Arief menuturkan, langkah tegas yang dimaksud adalah pencoretan nama Tabrani sebagai bakal caleg. Tapi, langkah KPU akan dilakukan bila kedua partai tak lebih dulu menindak Tabrani. "Nantinya kan mereka (partai politik, red) melakukan perbaikan. Kalau masih ada juga nama ganda maka kami akan coret nama tersebut dari daftar, karena tidak boleh ada keterwakilan ganda," ujarnya.

Saat ini KPU sedang melakukan verifikasi atas daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2014, sebelum masuk tahap perbaikan DCS. "Kalau sudah 14 hari kami umumkan," ujar Arief.

KPU, kata Arief, juga menampung laporan aduan yang diajukan masyarakat terkait track record bakal caleg. Peran aktif masyarakat diperlukan untuk meminimalisir bakal caleg yang memiliki rekam jejak buruk yang akan maju dalam pemilu mendatang.

"Nanti pada saat DCS (selesai) kami buka laporan masyarakat. Pengumuman dari masyarakat itu untuk memberikan masukan," kata Arief. Meski demikian, ada mekanisme yang harus dipenuhi masyarakat ketika memberi informasi kepada KPU terkait nama bakal caleg tersebut.

Harus diikutinya mekanisme tersebut, imbuh Arief, adalah untuk menghindari laporan palsu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. "Misalnya di dalam surat itu harus ada data diri seperti KTP atau kartu identitas. Kami tidak ingin seperti surat kaleng," ujar dia.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Geliat Politik Jelang 2014

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

    RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

    Nasional
    Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

    Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

    Nasional
    Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

    Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

    Nasional
    Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

    Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

    Nasional
    Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

    Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

    Nasional
    Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

    Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

    Nasional
    KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

    KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

    Nasional
    Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

    Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

    Nasional
    Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

    Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

    Nasional
    Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

    Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

    Nasional
    RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

    RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

    Nasional
    Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

    Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

    Nasional
    Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

    Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

    Nasional
    Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

    Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

    Nasional
    Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

    Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com