Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bertabur" Pesohor, Cerminan Demokrasi Angka

Kompas.com - 24/04/2013, 10:07 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai politik peserta Pemilu 2014 sudah mendaftarkan bakal calon anggota legislatifnya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tak ada partai politik yang tak mengusung pesohor, entah itu tokoh masyarakat, artis, atau pun atlet dan mantan atlet. Hal ini tak jauh berbeda dengan fenomena pada Pemilu 2009. 

Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Widjaja menilai, strategi partai politik yang mengusung pesohor menunjukkan bahwa partai tak belajar untuk memperbaiki sistem rekrutmen politiknya.

"Ini menunjukkan partai tidak memiliki proses rekrutmen terukur termasuk assesment terkait pencalegan. Dengan kondisi seperti ini, maka akan ada dua faktor yang mendominasi yakni politik transaksional dan faktor popularitas sehingga partai bisa menebeng untuk menjadi ikut populer," ujar Yunarto, saat dihubungi, Rabu (24/4/2013).

Menurutnya, kondisi ini semakin memperlihatkan kualitas demokrasi yang masih berkutat pada demokrasi kuantitatif atau demokrasi elektoral, di mana partai menggunakan cara apa pun untuk meningkatkan elektoralnya. Bukan demokrasi kualitatif yang mengedepankan kualitas dari para caleg itu. Hal ini, katanya, karena partai politik menyadari bahwa karakteristik pemilih di Indonesia sebagian besar bersifat emosional dan masih transaksional.

"Partai merasa lebih mudah mencalonkan mereka yang punya uang dan captive market. Tidak peduli dengan aspek kualitatif, integritas, track record. Selama orang-orang itu bisa menjanjikan dengan elektoral, maka akan direkrut. Ini demokrasi angka, bukan demokrasi yang punya roh," katanya.

Parpol krisis kepercayaan

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang juga menilai, komposisi caleg yang ada saat ini masih relatif sama dengan Pemilu 2009. Kelompok yang memiliki modal kapital yang kuat, incumbent, dan para pesohor mendominasi.

"Kalau melihat komposisi ini bisa disimpulkan kemenangan nanti itu lebih kemenangan orang yang lebih memiliki finansial yang kuat. Uang lebih diandalkan untuk meraih suara, bukan program," ungkap Sebastian.

Menurutnya, partai politik masih bertumpu pada sosok pesohor karena parpol di Indonesia tengah dilanda masalah serius yakni krisis kepercayaan masyarakat akibat perkara korupsi dan buruknya kinerja parlemen. 

"Caleg-caleg artis ini hanya dimanfaatkan partai untuk mendompleng ketenaran yaitu sebagai mesin partai. Sementara, para caleg dengan modal besar dimanfaatkan partai untuk mengisi pundi-pundi uangnya," katanya.

Waktu setahun menjelang perhelatan demokrasi, menurutnya, tidak akan bisa membentuk para pesohor yang minim pengalaman politik menjadi politisi ulung. "Sehingga nanti sudah bisa dibayangkan bagaimana kinerja parlemen mendatang, tak akan jauh lebih baik. Yang artis begitu masuk parlemen akan pasif, yang punya uang akan korupsi," kata Sebastian.

Pertanggungjawaban partai

Yunarto mengungkapkan, salah satu cara jangka pendek adalah menerbitkan peraturan yang mewajibkan partai untuk memberikan laporan pertanggungjawaban secara transparan. Hal ini, menurutnya, untuk menghindari terjadinya politik transaksional. Selain itu, Yunarto berpendapat, dalam jangka panjang Undang-undang Partai Politik perlu direvisi untuk memberikan aturan main yang jelas terkait penyusunan caleg.

"Prosesnya dulu yang harus transparan kenapa orang itu dipilih maju misalnya, dan ini juga perlu diatur dalam AD/ART partai. Yang terakhir, partai harus melakukan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat,' katanya.

Ikuti perkembangan dinamika politik dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    Nasional
    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com