Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Dhana Widyatmika Diperberat Jadi 10 Tahun

Kompas.com - 22/04/2013, 21:43 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan jaksa terhadap terpidana kasus korupsi Dhana Widyatmika. Putusan PT memperberat hukuman mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu, dari tujuh tahun menjadi menjadi sepuluh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara. Demikian seperti dikutip dari situs resmi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, www.kejari-jaksel.go.id.

Hakim juga meminta barang bukti berupa tanah dan harta benda Dhana dirampas untuk negara. Namun, putusan PT masih lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni 12 tahun penjara.

Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung mengaku belum menerima salinan putusan tersebut. “Kejari Jaksel baru menerima pemberitahuan dari Pengadilan Tinggi terkait putusan tersebut. Jadi sikap jaksa masih menunggu salinan putusan lengkap,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/4/2013).

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap Dhana Widyatmika.

Menurut majelis hakim, Dhana terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima pemberian uang terkait posisinya sebagai pegawai Ditjen Pajak, melakukan pemerasan, dan melakukan tindak pidana pencucian uang.

Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Sudjatmiko dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (9/11/2012).

"Menyatakan terdakwa Dhana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 ke-KUHP dan Pasal 12 Huruf e UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan melakukan tindak pidana pencucian uang yang diancam pidana sesuai dengan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP," kata Hakim Sudjatmiko.

Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Hakim tidak sependapat dengan jaksa dalam penerapan pasal pada dakwaan kedua.

Menerima gratifikasi

Menurut majelis hakim, Dhana terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama, menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar berkaitan dengan kepengurusan utang pajak PT Mutiara Virgo. Dhana bersama rekannya, Herly Isdiharsono, mengurus penyelesaian pajak kurang bayar PT Mutiara Virgo tahun pajak 2003 dan 2004. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar.

Pada 11 Januari 2006, Herly mentransfer uang Rp 3,4 miliar ke rekening Dhana, lalu Dhana mentransfer Rp 1,4 miliar ke rekening Nenny Noviadini. Sisa Rp 2 miliar digunakan Dhana. Adapun Herly ikut dijadikan tersangka dalam kasus ini.

"Selain itu, Dhana dianggap terbukti menerima cek perjalanan Bank mandiri senilai Rp 750 miliar yang dianggap gratifikasi," kata hakim.

Melakukan pemerasan

Kedua, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pemerasan terhadap PT Kornet Trans Utama. Sebagai ketua tim pemeriksa khusus wajib pajak PT Kornet, Dhana dan rekannya Salman Magfiron meminta kepada PT Kornet Trans Utama agar mau memberikan uang Rp 1 miliar supaya dibantu menurunkan kurang bayar pajak PT Kornet sebesar Rp 3,2 miliar.

"Akan tetapi, PT Kornet tidak bersedia sehingga diperhitungkan nilai kurang bayar pajak Rp 3,9 miliar. Perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, orang lain, dengan melawan hukum," kata hakim Sudjatmiko.

Pencucian uang

Selain itu, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 11,41 miliar dan 302.000 dollar AS di rekeningnya. Pun mengenai harta kekayaan Dhana yang dianggap nilainya tidak wajar jika melihat posisi Dhana sebagai pegawai negeri golongan III C. Harta Dhana yang dipermasalahkan di antaranya kepemilikan logam mulia seberat 1.100 gram yang disimpan dalam save deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.

Majelis hakim menilai Dhana tidak dapat membuktikan asal-usul uang dalam rekening dan SDB tersebut kecuali dengan mengatakan bahwa uang itu merupakan warisan orangtua. Bukti-bukti foto, surat-surat, ataupun saksi meringankan yang dihadirkan Dhana dalam persidangan, menurut hakim, tidak cukup membuktikan bahwa kepemilikan uang berasal dari sumber yang sah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com