Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Perzinaan Diatur dalam KUHP?

Kompas.com - 03/04/2013, 09:49 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru diserahkan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat mengandung sejumlah pasal kontroversial. Salah satunya Pasal 483 yang mengatur hukuman perzinaan serta Pasal 485 mengenai kumpul kebo atau pasangan tanpa ikatan perkawinan yang hidup bersama.

Pasal 483 Ayat 1 menyebutkan, dipidana karena zina dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Sementara Pasal 485 mengatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Lantas, mengapa pasal mengenai perzinaan ini diatur dalam KUHP? Apakah memang perlu pemerintah memidanakan perzinaan dan kumpul kebo?

Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia Ganjar L Bondan dalam diskusi media soal RUU KUHP dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang digelar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (4/2/2013), menilai, masalah perzinaan perlu diatur dalam KUHP. Masalah ini, katanya, dapat menganggu ketertiban umum.

Oleh karena itulah, pelaku perzinaan sedianya bisa dipidana jika ada aduan dari pihak yang dirugikan (delik aduan). Ganjar juga mengatakan, dalam menyusun suatu undang-undang, pemerintah perlu memperhatikan apa yang menjadi norma dalam masyarakat. "Ada norma adat, kebiasaan, agama," tambahnya.

Menurut Ganjar, tidak ada agama di Indonesia yang memperbolehkan perzinaan. Norma yang mengakar di masyarakat pun, lanjutnya, menganggap perzinaan itu sebagai suatu hal yang tidak pantas dan tercela. "Kita tahu itu suatu hal yang tidak pantas, makanya tidak ada orang yang bercerita ke mana-mana setelah dia melakukan perzinaan karena itu perbuatan tercela," kata Ganjar.

Memang, lanjut Ganjar, hukum di Belanda yang menjadi rujukan hukum di Indonesia, menghargai individualisme. Namun, menurutnya, pengertian individualisme di negara barat itu merupakan penghargaan terhadap milik orang lain. "Yang sudah ada ikatan (perkawinan), jangan diganggu. Bukan tidak peduli dengan apa yang dilakukan orang lain," ujarnya.

Praktisi hukum yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra M Hamzah mengungkapkan hal senada. Menurut Chandra, asal muasal pemidanaan terhadap pelaku zina ini merujuk norma masyarakat Belanda dahulu kala.

Menurut KUHP versi Belanda, katanya, seseorang yang melakukan perzinaan atau berselingkuh itu perlu dipidana karena dianggap melanggar janji nikahnya. "Itu dulu, mereka hidup di suasana Kristen, Belanda ya, ikatan pernikahan itu hanya kematian yang bisa memisahkan. Jadi, itu dianggap mengingkari janji nikahnya, dihukumlah, makanya itu jadi delik aduan. Kira-kira begitulah latar belakangnya," ujar Chandra.

Namun, saat ini, menurut Chandra, perlu tidaknya pemidanaan terhadap pelaku perzinaan bergantung pada hasil perdebatan di masyarakat terkait dengan rancangan KUHP ini. Para anggota dewan diharapkan mampu menangkap keinginan masyarakat saat membahas rancangan KUHP tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com