Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perangi Demam Berdarah dengan Riset

Kompas.com - 27/03/2013, 22:07 WIB
Nasrullah Nara

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Tren kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Tanah Air setiap kali musim hujan, belum diikuti langkah revolusioner untuk menanggulanginya. Di tengah kemajuan teknologi kesehatan dan medis,  upaya memerangi penyakit tersebut sudah saatnya ditempuh dengan pendekatan riset.    

"Seharusnya pemerintah mulai alokasikan anggaran riset untuk memerangi DBD di Indonesia," kata Anggota Komisi  IX DPR RI, Zuber Safawi di Jakarta, Rabu (27/3/2013) malam.  

Menurut Zuber,  tampaknya upaya fogging atau (pengasapan) untuk memberantas jentik belum menunjukkan hasil yang sukses. Buktinya tiap tahun kasus DBD selalu saja meningkat," tambah dia.  

Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera ini menyatakan, dalam beberapa kasus yang diamati, efektivitas fogging dipertanyakan.   Biasanya, fogging yang menggunakan insektisida tersebut dilakukan setelah terjadinya kasus di suatu wilayah.    

"Namun, terkadang turunnya petugas fogging sampai seminggu setelah kasus DBD pertama kali muncul, bahkan ada yang sampai 20 hari, nyamuknya sudah berkembang biak kemana-mana," urai Zuber.   

Insektisida juga dikhawatirkan dapat memberi efek resisten (kebal) terhadap nyamuk dalam jangka panjang, dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia itu sendiri.   Pemberantasan seluruh jentik nyamuk pun dinilai terlalu sulit.   Terlalu banyak tempat yang tergenang air, terutama yang disukai nyamuk Aedes aegypti (nyamuk pembawa virus dengue)  berkembang biak, harus diawasi.   Bahkan di antaranya sering tak terduga oleh masyarakat, misalnya pada dispenser air minum, kotak air di belakang kulkas, alas pot bunga, dan komponen pendingin udara (AC).  

Selain itu, Indonesia belum memiliki regulasi khusus terkait dengan pemberantasan penyakit bersumber dari nyamuk. Ia menunjuk pada kebijakan pemerintah Malaysia dan Singapura yang "memaksa" penduduk untuk ikut memberantas sarang nyamuk penyebar DBD.   Di Kedua negeri tetangga  itu, ada undang-undang   yang memberikan sanksi denda bagi penduduk yang terbukti di rumahnya terdapat jentik nyamuk.    

Zuber menyarankan agar riset dikembangkan khususnya dalam pemberantasan virus dengue melalui vaksinasi.  Ia mengingatkan,  saat ini sudah berhasil ditemukan vaksin untuk virus dengue yang dikembangkan salah satu perusahaan vaksin asal Perancis.   Namun, efektivitasnya masih terus diuji, mengingat terdapat empat varian (serotipe) virus Dengue yang menjadi penyebab utama penyakit DBD.       

"Dengan dukungan yang tepat, saya yakin para ilmuwan Indonesia lebih mampu menyelesaikan permasalahan tersebut, di samping kita memiliki sampel virus langsung yang lebih banyak," urainya.  

Ia menegaskan,  Indonesia perlu melakukan inovasi dalam penanggulangan DBD mengingat potensi penyakit ini semakin besar terlebih adanya faktor perubahan iklim global.   Indonesia menduduki peringkat dua penderita DBD di dunia setelah Brasil. 

Menurut data Kementerian Kesehatan, dari tahun 2009 hingga 2011, jumlah rata-rata kasus akibat virus dengue adalah 126.908 kasus, dengan angka  kematian mencapai 1.125 kasus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com