Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaturan Politik Dinasti Bentuk Kemalasan Negara

Kompas.com - 06/03/2013, 11:06 WIB
Sidik Pramono

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengaturan politik dinasti dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah bisa dianggap menghilangkan hak konstitusional warga negara.

Negara mestinya tidak malas dalam mencegah seseorang menyalahgunakan kekuasaannya yang menguntungkan kerabatnya, bukan sekadar mencantumkan larangan yang menghilangkan hak konstitusional warganya.

 

Pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin menekankan, yang sebenarnya dilarang adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik yang hanya mementingkan dinastinya.

"Sistem itu sudah sempurna, cuma negara paradigmanya pasif alias malas. Makanya rakyat mau diatur dengan pelarangan hanya karena dia anak atau keluarga seorang pejabat. Politik legislasi harus diubah, jangan negara malas mengakomodasi hak konstitusional orang dengan melarangnya sana-sini," ungkap Irman, Selasa (5/3/2013).

 

Irman menekankan, tugas utama negara adalah melindungi, memenuhi, menegakkan, dan memajukan hak konstitusional warga negara. Ketika seseorang menjadi pejabat publik, kerabat yang bersangkutan tidak boleh dirugikan hak konstitusionalnya oleh negara dengan mencabut hak untuk maju sebagai pejabat publik.

Semestinya negara didesain dengan rajin, bukannya semua warga negara diberi aturan dan batasan hanya untuk menutupi dalih kemalasan negara melindungi hak konstitusional warganya.

Sementara, pengajar Universitas Indonesia (UI) Andrinof A Chaniago menilai, konstruksi pemikiran bahwa gubernur dipilih oleh DPRD, lemah. Alasan penghematan anggaran, bahwa gubernur hanya wakil pemerintah pusat, kewenangan gubernur yang terbatas, ataupun maraknya korupsi diletakkan pada tempat yang keliru dalam konstruksi pemikiran pihak Kementerian Dalam Negeri.

Menurut Andrinof, jika alasannya adalah penghematan biaya, pilkada bupati dan walikota yang idelanya digantikan dengan pemilihan oleh DPR.

Sementara untuk efektivitas koordinasi secara hierarkis, gubernur, walikota, dan bupati diberi lagi status sebagai kepala wilayah atau wakil pemerintah pusat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com