Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Putusan Bebas Merpati, Penyidikan Kejaksaan Dipertanyakan, Harus Ada Eksaminasi

Kompas.com - 20/02/2013, 02:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan proses penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan agung terkait keluarnya putusan bebas untuk mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), Hotasi Nababan, dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (19/2/2013). Hotasi diajukan ke persidangan terkait dugaan korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006.

"Kejaksaan harus melakukan eksaminasi atas putusan ini," kecam anggota badan pekerja ICW, Emerson F Yuntho, di Jakarta, Selasa (19/2/2013) malam. Dia mengatakan, putusan hakim harus disikapi secara realistis. Jika memang putusan diambil dengan pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan, putusan tersebut tetap harus dihormati. Kejaksaan, ujar Emerson, perlu melakukan eksaminasi guna melihat secara komprehensif perkara yang dituduhkan kepada Hotasi masuk ranah pidana atau perdata.

Kejaksaan Agung tidak mau berkomentar banyak atas putusan bebas Hotasi. "Yang jelas, jaksa kan sudah menyatakan pikir-pikir," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi, di Jakarta, Selasa (19/2/2013), seusai keluarnya putusan.

Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin Pangeran Nababan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan Hotasi tidak terbukti melakukan korupsi, baik menurut dakwaan primer maupun subsider. Karena itu, majelis hakim membebaskan Hotasi serta memulihkan hak terdakwa dalam hak kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.

Dalam perkara tersebut, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung menuntut Hotasi dengan empat tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hotasi dijerat dengan dakwaan subsider. yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan merugikan keuangan negara.

Dakwaan bermula dari kebijakan Hotasi mendatangkan dua pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada Desember 2006 meski tidak tercantum dalam rencana kerja anggaran perusahaan tahunan (RKAT) 2006. Proses sewa juga menyertakan pembayaran security deposit (uang jaminan) sebesar satu juta dollar AS sebagai jaminan pembelian pesawat kepada perusahaan penyewaan pesawat Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG). Pembayaran uang jaminan dilakukan melalui transfer langsung ke rekening kantor pengacara Hume and Associaties PC pada Bank Mandiri.

Menurut majelis hakim, tindakan Hotasi membayar uang jaminan bukanlah pelanggaran hukum. "Perbuatan Hotasi yang membayar sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dan membayar security deposit sudah dilakukan dengan hati-hati, dengan iktikad baik, sesuai kondisi perusahaan, dan dengan informasi yang dinilai cukup sehingga unsur melanggar good governance tidak terbukti dan tidak melanggar hukum," tambah hakim. (B Kunto Wibisono)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com