Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Pengadilan Merpati yang Diingkari Janji

Kompas.com - 19/02/2013, 20:45 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Masih ada keadilan ternyata. Gusti Allah ora sare," teriak seorang pengunjung. "Hidup hakim," pekik pengunjung lain. Vonis bebas ini langsung disambut tangis haru dari anggota keluarganya dan tepuk tangan gembira dari kolega dan rekan Hotasi yang hadir.

Istri terdakwa Hotasi Nababan, Evelin Hutapea, tampak sesenggukan tak bisa menahan tangis bahagia. Anggota keluarga lain saling berpelukan. Seusai sidang, satu per satu keluarga dan kolega menyalami dan mencium pipi Hotasi sebagai ucapan selamat.

Siang itu, Selasa 19 Februari 2013, sejarah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah tercipta. Untuk pertama kali, sejak berdiri tahun 2004, akhirnya pengadilan tersebut memutuskan vonis bebas juga terhadap terdakwa kasus korupsi.

Adalah Hotasi DP Nababan, mantan Direktur PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), yang divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu dengan anggotanya Alexander Marwata dan Hendra Yosfin.

Hendra Yosfin memang mengajukan dissenting opinion (beda pendapat) dan menyatakan Hotasi bersalah, tetapi vonis hakim didasarkan pada saura terbanyak.

"Menyatakan terdakwa Hotasi DP Nababan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan tersebut. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya," kata Napitupulu.

Sidang sempat tertunda hingga dua jam lebih sehingga menimbulkan dugaan alotnya pembahasan materi vonis oleh anggota majelis. Sejak pagi, pengadilan tipikor sudah dipenuhi dengan para kolega Hotasi dari Merpati, juga anggota keluarga, hingga rekan-rekan Hotasi dari alumni Institut Teknologi Bandung.

Pasal yang didakwakan kepada Hotasi dan dinyatakan semuanya tidak terbukti adalah dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dalam UU No 20/2001, dan dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Jaksa sebelumnya menuntut Hotasi dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp 500 juta subsider kurungan enam bulan.

Seusai sidang, Hotasi mengatakan, keadilan masih ada di negeri ini. Fakta persidangan dan vonis bebas majelis hakim, konsisten dengan pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi yang pernah menyatakan perkara Hotasi tak layak masuk ranah korupsi. Sebagai pengingat, kasus Hotasi ini dibawa ke pengadilan tipikor oleh Kejaksaan Agung.

"Membebaskan kasus korupsi itu sebenarnya berat bagi majelis hakim. Tapi, majelis hakim telah menguraikan fakta dengan jelas dan nyata," katanya.

Mantan aktivis proreformasi ini mengatakan, ia percaya pemberantasan korupsi harusnya dimulai dengan cara-cara yang benar. Karena itu, ke depan sebelum jaksa yang membawa perkara ke persidangan harus benar-benar mengkajinya dengan cermat dan benar.

Awal perkara perkara ini masih ke pengadilan tipikor karena jaksa dari Kejaksaan Agung menganggap ada korupsi yang merugikan negara dalam praktik penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 oleh PT MNA. Pesawat disewa melalui perusahaan penyewaan pesawat Thirdstone Aircraft Group (TALG). TALG sendiri menyewa pesawat dari perusahaan East Dover.

Pokok masalahnya adalah TALG akhirnya tak menepati janjinya untuk mengirimkan kedua pesawat, padahal PT MNA sudah menyetorkan deposit dana atau security deposit sebesar 1 juta dollar AS kepada TALG melalui kantor pengacara Hume Associates. Deposit dana yang seharusnya bersifat bisa dikembalikan ternyata tak dikembalikan oleh TALG.

Dana 1 juta dollar AS itulah yang dianggap jaksa sebagai kerugian negara. Kejaksaan akhirnya menyeret Hotasi Nababan dan Tony Sudjiarto selaku mantan General Manager PT MNA dalam perkara ini.

Hingga kini, PT MNA masih mengupayakan security deposit tersebut agar kembali dan dalam buku keuangan dicatat sebagai piutang yang harus dikejar. PT MNA juga sudah menggugat TALG di pengadilan Washington DC, Amerika Serikat, yang dimenangi oleh PT MNA. Namun, kasus ini tetap digulirkan ke pengadilan oleh Kejaksaan Agung.

Keputusan Bisnis vs Risiko Bisnis

Pangeran Napitupulu dalam amar putusannya menyebutkan, Hotasi masuk ke PT MNA di tengah kondisi keuangan yang buruk.

Untuk memperbaiki kinerja perusahaan, tak ada pilihan bagi PT MNA kecuali dengan menambah pesawat. Maka, pada Rapat Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2006, disebutkan perlu adanya penambahan pesawat meskipun jenis pesawat tak eksplisit disebutkan.

Namun, terdapat klausul dalam RKAP yang menyebutkan apabila direksi menganggap perlu, bisa dilakukan menyewa pesawat tertentu. Karena itu, keputusan untuk menyewa pesawat Boeing tipe 737 seri 400 dan seri 500 tersebut menurut hakim tak melanggar hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com