Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Penyidik KPK di Tangan Presiden

Kompas.com - 05/12/2012, 12:55 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama institusi terkait sudah mengirimkan draf revisi Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Draf PP yang mengatur soal sumber daya manusia di KPK itu tinggal menunggu persetujuan Presiden.

"Jika disetujui Presiden, peraturan pemerintah ini menjadi keputusan politik yang terpenting untuk mengatasi persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi KPK, seperti penarikan penyidik yang belum pada saatnya," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di sela-sela acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu (5/12/2012).

Menurut Busyro, draf revisi PP tersebut mengubah aturan mengenai masa kerja seorang penyidik atau pegawai negeri sipil di KPK. Berdasarkan revisi PP, seorang penyidik maupun PNS dari institusi lain dapat bertugas di KPK lebih lama, yakni selama 12 tahun. Sebelumnya, masa tugas penyidik/PNS di KPK hanya empat tahun, kemudian dapat diperpanjang selama empat tahun lagi sehingga totalnya delapan tahun.

"Sudah sampai pada kesepakatan yang agak bulat, dari delapan tahun menjadi 12 tahun," ujar Busyro.

Draf revisi PP ini, menurut Busyro, dikerjakan KPK bersama institusi lain, seperti kepolisian, kejaksaan, Kementerian Keuangan, dan Sekretariat Negara selama dua tahun terakhir.

"Pendekatan itu sudah kami lakukan terus-menerus sehingga sekarang kuncinya adalah di tangan Sesneg dan Presiden. Mudah-mudahan kalau itu ditandatangani, ya selesai permasalahannya," ucapnya.

KPK juga berharap, Presiden Yudhoyono segera menandatangani draf revisi tersebut. Pasalnya, menurut Busyro, jika penyidik KPK terus-menerus berkurang, dikhawatirkan terjadi instabilitas sumber daya manusia (SDM) di lembaga antikorupsi tersebut. Jika kondisi ini dibiarkan, pada akhirnya, masyarakatlah yang ikut merugi.

"Kami khawatirkan, kalau terus ditarik, akan ada instabilitas SDM. Jadi, program-program kami tidak selancar yang berjalan sekarang. Bukan hanya merugikan KPK, melainkan juga business process yang lain. Kalau terhambat, padahal yang lapor masyarakat, takut akan ada pengumpulan laporan masyarakat," ungkap mantan Ketua Komisi Yudisial itu.

Sejauh ini, Polri sudah menarik 27 penyidiknya dari KPK. Dari jumlah tersebut, sebagiannya sudah beralih status menjadi pegawai tetap KPK.

Baca juga:
Polri: Penyidik Tidak Diperpanjang untuk Pembinaan Karir
Busyro: Ada 27 Penyidik KPK yang Tak Diperpanjang Polri
Novel Baswedan Termasuk Penyidik yang Ditarik Polri
Djoko Ditahan, Kapolri Jamin Tak Tarik Penyidik KPK
Djoko Susilo Ditahan, Polri Tarik 13 Penyidik KPK

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Korupsi Korlantas Polri
KPK Krisis Penyidik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com