Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghina Rakyat

Kompas.com - 01/12/2012, 16:35 WIB

Oleh Sri Palupi

KOMPAS.com - Terhadap tuduhan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD terkait mafia narkoba yang merambah Istana, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menegaskan, pihak Istana sangat keberatan dan merasa terhina.

Rasa terhina yang dipersoalkan Sudi Silalahi ini membuat saya berpikir, pihak Istana benar-benar keterlaluan. Mereka hanya peduli pada citranya sendiri.

Ketika rakyat direndahkan, dilecehkan, dijual murah, ditembaki, diculik, dan diambil organ tubuhnya, serta diperkosa berulang kali oleh pihak-pihak di luar negeri, pihak Istana tidak merasa terhina. Sampai sekarang mereka tetap bungkam.

Rupanya derita dan penghinaan rakyat oleh pihak-pihak di negara lain bukan prioritas Istana. Berulang kali pihak Istana menegaskan bahwa presiden tidak harus turun tangan untuk semua persoalan. Alasannya, sudah ada menteri yang mengurusi. Sementara itu, saya mencatat, presiden lebih banyak turun tangan untuk hal-hal yang menyangkut pujian, penghargaan, seremoni, dan berbagai urusan yang mendukung pencitraan Istana.

Kalaupun presiden turun tangan atas persoalan rakyat, itu terjadi karena tekanan massa. Jangankan merasa terhina terhadap penghinaan yang diderita rakyat, pihak Istana bahkan secara sistematis menghina rakyat dengan berbagai kebijakan dan kebungkamannya.

Tenaga kerja Indonesia

Masyarakat marah dengan berbagai kasus penganiayaan, penembakan brutal, dan pemerkosaan yang terus mendera tenaga kerja Indonesia (TKI). Namun, pihak Istana tetap bungkam. Sudah lama rakyat dijual murah bahkan diobral. Kita bisa temukan iklan jual murah TKI di koran-koran Singapura. TKI yang dikembalikan majikan kepada agen, dijual dan dipajang di pusat belanja. Bahkan, di kawasan Geylang, Singapura, para gadis remaja Indonesia dijual di pinggir jalan sebagai pekerja seks.

Terasa kesiangan ketika pemerintah baru bereaksi setelah iklan ”TKI on sale” diangkat Migrant Care. Terhadap jual murah TKI, pihak Istana juga bungkam. Mereka sibuk dengan pesta pemberian gelar kesatria bagi sang presiden.

TKI diakui sebagai penyumbang devisa dan pemberi solusi atas masalah pengangguran. Balasannya bukan subsidi, kemudahan, dan perlindungan optimal yang diterima TKI, melainkan tambahan masalah. Bibir pemerintah mengecam iklan ”TKI on sale”, tetapi pada saat yang sama tangannya jual murah TKI lewat perusahaan jasa TKI.

Betapa tidak. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mengeluarkan aturan tentang kartu tanda kerja luar negeri (KTKLN) yang wajib dimiliki TKI. Pencetakan kartu dibiayai dari APBN. Anehnya, untuk mendapatkan KTKLN, TKI dipaksa menggunakan jasa komersial PJTKI yang mewajibkan TKI membayar sedikitnya Rp 2 juta.

Kalau tidak, mereka tidak akan mendapatkan KTKLN dan tidak bisa berangkat sebab ada surat edaran BNP2TKI kepada perusahaan maskapai internasional untuk mencekal TKI yang tidak ber-KTKLN.

Akibatnya, banyak calon TKI yang bekerja dengan kontrak mandiri tanpa melalui PJTKI digagalkan keberangkatannya oleh pihak maskapai penerbangan. TKI dirugikan atas tiket pesawat yang dibatalkan dan kehilangan kesempatan kerja dengan gaji jauh lebih tinggi dibandingkan bila bekerja melalui PJTKI.

Sekadar contoh, Triyawati, calon TKI mandiri ke Singapura. Penerbangannya digagalkan AirAsia. Faridah Aini, calon TKI mandiri ke Dubai, penerbangannya digagalkan Garuda Indonesia. Nasib yang sama dialami Feri dan Nana, TKI Hongkong yang lagi cuti.

Masyarakat adat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Nasional
Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com