Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro Ragu DPR Berniat Perkuat KPK

Kompas.com - 02/10/2012, 20:14 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas ragu jika sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berniat memperkuat KPK melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang KPK. Menurut Busyro, dalih untuk merevitalisasi KPK yang disampaikan sejumlah anggota dewan hanyalah pernyataan-pernyataan politik yang diumbar untuk menarik simpati rakyat.

"KPK enggak perlu sama sekali diperkuat, saya enggak percaya itu diperkuat, sama sekali enggak percaya. Dalih untuk revitalisasi itu statemen-statemen politik untuk menarik simpati rakyat. Mereka paham 2014 kan mereka butuh dukungan. Jadi kalau mereka dikatakan sekarang menggembosi, mereka juga ngitung," kata Busyro di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (2/10/2012) saat dimintai tanggapan mengenai DPR yang disebut tidak pernah membahas upaya penguatan KPK melalui revisi UU KPK.

Busyro juga mengatakan, sebaiknya ada pernyataan resmi dari pimpinan-pimpinan partai politik yang menyatakan fraksinya di DPR benar-benar menolak UU KPK direvisi. Dikhawatirkan, rancangan UU KPK yang tengah digodok Komisi III DPR ini disusupi kepentingan partai politik.

"Karena DPR ini representasi parpol. Orang yang sudah jadi anggota DPR itu perwakilan rakyat, bukan perwakilan parpol. Kalau RUU ini teridentifikasi kepentingan parpol, berarti ada abuse of power (penyalahgunaan kewenangan) dari kepentingan rakyat untuk kepentingan parpol, itu bahaya. Rakyat akan marah tentunya," ungkap Busyro.

Sejauh ini, menurut Busyro, UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK itu belum perlu direvisi. Dia pun mengatakan DPR akan menemukan marwah institusionalnya jika bagian penelitian dan pengembangan (litbang)-nya bekerja melakukan kajian yang konseptual berbasis riset terhadap UU KPK ini. "Kemudian dianalisis, analisisnya menghasilkan suatu temuan, manakah persoalan-persoalan yang sudah ada undang-undangnya yang urgent betul untuk direvisi dan mana yang tidak perlu direvisi," katanya.

Adapun rencana merevisi UU KPK ini masih menuai perdebatan di Komisi III DPR. Sebagian anggota menyatakan UU KPK perlu direvisi dan sebagiannya mengatakan tidak. Rencana revisi UU KPK tersebut dicurigai merupakan bagian dari agenda pelemahan KPK yang sistemik dan terorganisir. Wacana revisi UU KPK ini kembali didengungkan di tengah perselisihan KPK dengan Kepolisian dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM).

Kontroversi revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com