Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tomo, 11 Tahun Setia Menjaga Maleo

Kompas.com - 27/09/2012, 10:00 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

MANADO, KOMPAS.com - Dulu Tomo Lumamay (46) adalah seorang pemburu telur Maleo. Kini, sudah 11 tahun dia mendedikasikan hidupnya menjadi penjaga Pos Penelitian Maleo di Muara Pusian yang dibangun Wildlife Society Indonesia Program (WCSIP) Sulawesi Utara. Lokasinya berada di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), tepatnya di Desa Pusian, Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow.

"Burung-burung liar itu sudah seperti peliharaan saya," kata Tomo, Kamis (27/09/2012) subuh ketika bersiap menuju spot pengamatan tempat Maleo bertelur di dekat bentaran Sungai Dumoga yang membela TNBNW.

Setiap pagi Tomo harus mengintai di bangunan pengintai yang dibangun oleh WCS. Lelaki berpostur kecil ini harus duduk diam berjam-jam tanpa banyak bergerak untuk menunggu datangnya Maleo bertelur. "Mereka sangat sensitif, jika tahu ada orang, burung itu akan langsung terbang," kata Tomo.

Dia melengkapi dirinya dengan sebuah tas kecil yang sudah agak lusuh. "Tas ini sudah cukup lama," katanya sambil tersenyum.

Dalam tas itu berisi, buku catatan, pena, serta alat timbangan. "Saya harus mencatat semua hasil pengamatan saya di buku ini," kata Tomo sambil memperlihatkan buku kecilnya.

Catatannya merupakan sebuah log yang sangat berharga. Selama 11 tahun, Tomo mencatat berapa ekor Maleo yang terlihat, berapa jumlah telur yang dilepas dan semua data yang berkaitan.

Seperti pada sore sebelumnya, Tomo menemukan sebutir telur Maleo di lubang spot kedua. Dia lalu mencatat waktu ditemukan, memberi nomor dan menimbangnya. "Ini merupakan telur yang ke 4.386.yang saya temukan sejak tahun 2001 saya dipercaya menjadi penjaga Maleo disini," ujarnya dengan wajah gembira.

Bersama dengan tiga butir telur yang didapatnya pada pagi hari, telur-telur itu lalu ditanamnya kembali di hatchery --tempat khusus penetasan yang sengaja dibuat oleh WCS. "Kami sengaja membuat semacam kandang yang dipagari dan dikunci untuk memproteksi telur-telur Maleo dari ancaman predator dan pencurian," ujar Iwan Honuwu yang menjadi Project Manager WCS Maleo Project.

Sebab, jika tidak dipindahkan, telur-telur tersebut akan dimakan oleh biawak.

Burung Maleo yang ada di TNBNW merupakan jenis macrocephalon maleo yang dilindungi undang-undang konservasi karena populasinya terancam. "Jenis ini merupakan endemik Sulawesi. Populasinya terancam karena dulu telurnya diambil untuk dijual. Ukuran telurnya yang raksasa membuat nilai jual sebutir telur Maleo menjadi mahal," ujar Iwan.

Lewat Maleo Project yang diprakarsai oleh WCS IP Sulut, kini maleo-maleo tersebut punya penjaga sendiri. "Sehari dua kali saya harus datangi dua spot tempat maleo bertelur, di pagi hari dan kembali pada sore hari, karena di waktu-waktu itulah mereka datang bertelur," ujar Tomo.

Maleo merupakan burung khas yang ketika akan bertelur, sepasang Maleo akan mencari tempat yang bisa digali untuk mengubur telurnya. "Mereka akan mencari tempat yang bisa menghasilkan panas, karena mereka tidak mengerami telurnya," ujar Iwan.

Yang menarik, Maleo yang ada TNBNW memilih bertelur di spot yang ada karena kedekatan spot tersebut dengan panas bumi. "Hal itu terindikasi dengan uap yang keluar dari beberapa titik di air sungai. Kami menduganya, Maleo bisa mendeteksi keberadaan panas bumi," ujar Iwan menjelaskan.

Berbeda dengan jenis Maleo di tempat lain, Maleo yang ada di kawasan Pos Penelitian Muara Pusian milik WCS, menggali lubang yang cukup dalam, lalu meletakkan telurnya kemudian menimbunnya. Sementara jenis Maleo yang lain, menimbun telurnya dengan gundukan keatas.

"Yang jenis itu mengumpulkan panas dari kondensasi yang dihasilkan gundukan timbunan yang dibuatnya. Tapi Maleo di sini tahu persis bahwa pasir yang mereka pakai menimbun telur mengandung panas," jelas Iwan lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com