BANDUNG, KOMPAS
Hal tersebut mengemuka dalam seminar dan lokakarya mengenai deteksi serta investigasi kartel yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat, Senin (10/9). Seminar yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama United Nations Conference on Trade and Development dihadiri Ketua KPPU Tadjuddin Noer Said serta Kepala Bidang Kebijakan Persaingan Usaha dan Konsumen PBB Hassan Qaqaya.
Menurut Tadjuddin, beberapa putusan yang dikeluarkan KPPU sulit ditindaklanjuti oleh penyidik karena mengandalkan bukti tidak langsung, sementara
”Saat kami mengajukan banding ke Mahkamah Agung, kemungkinan untuk berhasil lebih tinggi karena para hakim terbiasa menangani banding atas kasus,” kata Tadjuddin.
Kartel adalah praktik permainan harga dan pasokan yang dilakukan dua atau lebih perusahaan. Tujuannya adalah menjamin keuntungan bersama dengan mengorbankan konsumen karena mereka harus menanggung inefisiensi produksi dalam bentuk tingginya harga. Salah satu kasus yang pernah diungkap KPPU adalah permainan tarif layanan pesan singkat (SMS) oleh enam perusahaan telekomunikasi selama tahun 2004-2008 yang merugikan konsumen Rp 2,827 triliun.
KPPU juga mengupayakan agar asas kelonggaran (
Berdiri sejak 12 tahun lalu, KPPU saat ini juga belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Salah satunya dalam bentuk tunjangan kepada para karyawan yang sampai sekarang berstatus tenaga kontrak. Dampak yang paling terasa adalah perpindahan sumber daya manusia berkualitas karena direkrut firma hukum atau lembaga lain yang menjanjikan kesejahteraan lebih baik.