JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak segera menggunakan kewenangannya untuk menengahi polemik kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri mengenai penanganan perkara dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Jika tidak, Presiden bakal dinilai tengah menerapkan manajemen konflik.
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo melalui pesan singkat, Minggu ( 5/8/2012 ), menyikapi sengketa kewenangan dalam penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat untuk ujian surat izin mengemudi.
"Dalam kapasitasnya sebagai presiden dan kepala pemerintahan, SBY harus mengambil posisi yang jelas untuk menyelesaikan sengketa kewenangan antara Polri dan KPK. Menghadapi masalah ini, Presiden idealnya tidak mengambil posisi abu-abu," kata Bambang.
Bambang menilai silang pendapat antara KPK dengan Polri semakin meruncing dan cenderung memanas. Sebagian besar masyarakat, kata dia, tidak senang dengan suasana seperti itu. Untuk itu, Presiden tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut.
"Indonesia tidak dalam kondisi vakum kepemimpinan. Maka, pemimpin harus muncul, tampil di tengah rakyatnya, dan memberi penegasan bahwa persoalan sengketa kewenangan itu akan diselesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan memberi jaminan bahwa kasus itu bisa dituntaskan," kata Bambang.
Bambang menegaskan, kalau presiden menetapkan institusi mana yang berwenang menangani kasus dugaan korupsi di Korlantas, hal itu bukan intervensi atas proses hukum.
Seperti diberitakan, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, polemik antara KPK dan Polri sudah tak sehat. Seharusnya, KPK dan Polri bekerja sama dengan sinergi. "Fokusnya adalah pemberantasan korupsi, bukan siapa yang berhak," kata dia.
Menurut Djoko, dalam laporan yang ia terima terkait pertemuan koordinatif, telah ada kesepakatan pembagian kerja kedua lembaga tersebut. Dari kesepakatan itu diharapkan keduanya melaksanakan tugas dan fungsi masing- masing. "Kesepakatan itu sudah barang tentu ada dasar hukumnya," katanya.
Polemik itu muncul setelah Polri menetapkan lima tersangka dalam perkara itu. Tiga diantaranya juga telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Ketiganya yakni, Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.
Dua lainnya adalah pemenang tender yakni, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan saksi kunci dalam perkara itu, yakni Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang.
Perbedaannya, KPK juga menjerat Inspektur Jenderal Djoko Susilo selaku Kepala Korlantas saat itu. Adapun Polri juga menjerat bendahara Korlantas Kompol berinisial LGM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.