Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesejahteraan Hakim Daerah Perlu Jadi Prioritas MA

Kompas.com - 24/07/2012, 08:40 WIB
Sidik Pramono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung perlu memprioritaskan kesejahteraan hakim daerah. Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, menceritakan, rapat konsultasi Komisi III DPR dengan para hakim tinggi dan hakim negeri se-Jawa Timur yang berlangsung di Pengadilan Tinggi Surabaya pada 17 Juli lalu lebih banyak berkisar soal tuntutan kesejahteraan bagi para hakim.

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut, keluhan itu bisa dipahami karena pemerintah pada tahun 2007 hanya mengabulkan 70 persen usula remunerasi yang diajukan MA. "Sehingga hanya bisa memenuhi kenaikan gaji sebagian hakim, terutama para hakim agung," papar Eva, Selasa (24/7/2012) di Jakarta.

Selain keluhan take home payment yang rendah, di bawah guru-guru, khusus para hakim tinggi pengadilan militer juga mengeluhkan ketiadaan rumah dinas. Hal ini melengkapi problema kemudahan kerja dan kurangnya kewibawaan mereka. "Sementara, tidak seperti hakim tinggi lainnya, beban kerja hakim tinggi militer meliputi seluruh provinsi di wilayah Indonesia timur," tutur Eva.

Menurut Eva, komitmen Komisi III terhadap peningkatan kesejahteraan para hakim bisa ditelusuri di APBN-P 2012 yang sudah mengalokasikan dana untuk tujuan tersebut sekalipun belum bisa memenuhi secara keseluruhan. "Sehingga di RAPBN 2013 kembali ada tambahan alokasi dana yang eksekusinya membutuhkan komitmen dan militansi MA agar terwujud," ungkapnya.

Salah satu hambatan bagi remunerasi hakim adalah soal status dalam administrasi kepegawaian, yaitu sebagai pejabat negara atau bukan. Hal ini tentu membutuhkan keputusan politik yang salah satunya pada revisi Undang-Undang MA yang sedang digodok Panitia Kerja Komisi III.

Selain itu, Sekjen MA harus berkoordinasi intensif dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi guna memastikan keluarnya penetapan administrasi baru yang mendukung.

Menurut Eva, PDI-P agak mencemaskan kecepatan penuntasan pembahasan revisi UU MA karena itu merupakan titik krusial yang menentukan peluang mewujudkan peningkatan kesejahteraan hakim. Potensi risiko cukup serius apabila revisi UU MA tidak selesai tepat waktu, yaitu adanya sisa anggaran atau realokasi anggaran tersebut ke hal lain yang tidak sesuai peruntukan semula.

"PDI-P mengharapkan pimpinan Komisi III DPR melakukan upaya percepatan pembahasan revisi UU MA sehingga semua potensi ekses bisa dihindarkan," kata Eva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com